Monday, 4 May 2020

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ATAS TINGKAT KESEHATAN BANK DALAM KACA MATA HUKUM PERBANKAN


Dear Pembaca


Dalam merencanakan suatu kehidupan perlu pemikiran terstruktur agar target – target dalam kehidupan tercapai dan tepat sasaran. Senada dengan kalimat tersebut, banyak hal – hal yang harus ditempuh dengan sungguh – sungguh, salah satunya yakni menabung demi masa depan yang di harapkan. Menabung di Bank dalam kehidupan milenial seperti saat ini, sudah barang tentu bukan hal yang taboo untuk di dengar pada telinga setiap insan kehidupan. Selektif dalam memilih suatu Bank yang diyakini mampu untuk menjalankan fungsinya dengan sebagaimana seharusnya dirasa penulis perlu, agar tidak menyesal dikemudian hari. Salah satu komponen dalam pemilihan yang selektif yakni melihat tingkat kesehatan Bank tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Bank yang sehat adalah Bank yang dapat menjalankan fungsi – fungsinya dengan baik. Dengan kalimat lain, Bank sehat adalah Bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh Pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakanya, terutama kebijakan moneter. SK Direksi BI No. 30/11/KEP/DIR dan SEBI No. 30/2/UPBB tanggal 30 April 1997 tidak mencantumkan secara eksplisit sanksi – sanksi tertentu atas pelanggaran terhadap ketentuan tentang tingkat kesehatan Bank.
                Namun karena dalam penilaian tingkat kesehatan Bank dimasukan juga ketentuan tentang pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), batas Net Open Position (NOP) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang merupakan prinsip kehati – hatian Bank (prudential banking), maka menurut hemat penulis, pelanggaran atas ketentuan tingkat kesehatan Bank dapat dikenai sanksi – sanksi pidana maupun administratif berdasarkan pasal – pasal dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dirubah dengan UU N0. 10 Tahun 1998 antara lain;
1.  Pasal 37 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
a.  Dalam hal suatu Bank menjalani kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar;
1.  Pemegang saham menambah modal;
2.  Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;
3. Bank menghapusbukukan kredit akan pembiayaan berdarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan keuangan Bank dengan modalnya;
4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan Bank lain;
5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak lain;
7. Bank menjual sebagian dan seluruh harta dan atau kewajiban Bank kepada Bank atau pihak lain;
b.     apabila;
1.   Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank, dan atau;
2.   Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank dapat membahayakan sistem perbankan, pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha Bank dan memerintahkan direksi Bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum Bank dan membentuk tim likuidasi.
c.            Dalam hal direksi Bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pimpinan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum Bank, penunjukan tim likuidasi dan perintah likuidasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2.   Pasal 49 ayat (2) huruf b UU No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan;
      Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank yang dengan sengaja;
      a.      …………………………………
b.     tidak melaksanakan langkah – langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam undang – undang ini dan ketentuan perundang – undangan lainya yang berlaku bagi Bank, diancam dengan pidana penjara sekurang – kurangnya 3 (tiga) tahun dengan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang – kurangnya Rp 5 milyar dan paling banyak Rp 100 milyar.
3.  PP No. 23 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Likuidasi Bank. PP No.23 tahun 1999 tersebut merupakan penyempurnaan PP No. 68 tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Likuidasi Bank sebagaimana telah diubah dengan PP N0. 49 tahun 1997, sebagai akibat diundangkanya UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. PP N0. 23 tahun 1999 pada prinsipnya menyatakan;
a.     Pencabutan izin untuk Bank yang dibubarkan, yang dalam PPNo. 68 Tahun 1996 dilakukan oleh Menteri Keuangan, dalam PP No. 23 Tahun 1999 dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan UU No. 10 Tahun 1998 tersebut;
b.     Dalam hal harta kekayaan Bank dalam likuidasi tidak cukup untuk memenuhi seluruh kewajiban Bank dalam likuidasi tersebut, maka kekuranganya wajib dipenuhi oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris serta pemegang saham yang ikut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh Bank atau menjadi penyebab kegagalan Bank. (Pasal 24 ayat (1) PP No. 23 Tahun 1999).
               
                Sebagai informasi tambahan, perlu dikemukakan bahwa sesuai dengan sifat industry Bank yang sangat ketat pengaturanya (most regulated industry), dirasa penulis perlu diberikan urutan pengaturan otoritas moneter tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank sebagai berikut;
1.   SK DIREKSI BI No. 10/63/KEP/DIR tanggal 31 Agustus 1997.
2.  SK DIREKSI BI No.23/81/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991.
3.  SK DIREKSI BI No. 26/23/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993.
4. SK DIREKSI BI No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997.

R. Rendi Sudendi, SH

Associate lawyer



DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 Junctho Undang – Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
BUKU
Widjanarto “Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia”, PT Pustaka Utama Grafiti : Jakarta 1993.
LAIN – LAIN
Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Likuidasi Bank Jo. PP N0. 49 tahun 1997.
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Likuidasi Bank.
Surat Edaran Bank Indonesia  No. 30/2/UPBB.
Surat Keputusan DIREKSI BI No. 23/81/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991.
Surat Keputusan DIREKSI BI No. 26/23/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993.
Surat Keputusan DIREKSI BI No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997.
Surat Keputusan DIREKSI BI No. 10/63/KEP/DIR tanggal 31 Agustus 1997.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online