Dear Pembaca
Penulis
mempunyai konstruksi pemikiran untuk mengurai suatu fakta materil terhadap
bedah mayat forensik yang dicoba digali dalam kaca mata hukum pidana yang dikaitkan
dengan fatwa No. 4/1955. Bedah mayat
forensik atau lebih populer dengan otopsi forensik adalah suatu tindakan dalam
ilmu kedokteran, yaitu tindakan membedah mayat, dari membuka rongga tengkorak,
leher, rongga dada, perut dan rongga panggul; untuk kepentingan Peradilan.
Bedah mayat forensik semata – mata dilakukan, guna kepentingan Peradilan, bukan
untuk masalah lain, misalnya untuk kepentingan asuransi. Adapun
kejelasan yang dapat diungkapkan dari bedah mayat forensik diantaranya yakni
untuk mengetahui jati diri korban yang sebenarnya, memahami perkiraan kapan
korban tewas, mengetahui sebab kematian serta senjata apa yang menyebabkan
kematian dan menelusuri cara kematian korban yang sebenarnya ; apakah
pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan, atau mati karena penyakit. Keempat
kejelasan tadi sangat dibutuhkan dalam proses Peradilan, dari tahap penyidikan
yang dilakukan Polisi, penuntutan, sampai ke persidangan yang dipimpin oleh Hakim.
Karena
untuk kepentingan Peradilan, sudah barang tentu bedah mayat forensik mempunyai
landasan dasar hukum yang kuat, yakni Pasal
133 KUHAP ;
(1) Dalam
hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat
yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Dari Pasal
133 KUHAP tersebut jelas bahwa bedah mayat forensik atau bedah mayat untuk
kepentingan Peradilan merupakan ketentuan yang telah diatur dalam undang –
undang. Bedah mayat forensik bukan kehendak dokter, dokter disini hanya
pelaksana sebagai ahli yang diminta oleh undang – undang.
Dalam
masalah bedah mayat forensik ini, kita khususnya masyarakat yang beragama islam
sudah maju pemikiranya dan pandanganya terhadap masalah boleh tidaknya
dilakukan bedah mayat ; ini tecermin dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis
Pertimbangan Kesehatan & Syara ‘ Kementrian Republik Indonesia pada tahun
1955. Adapun fatwa yang dimaksud adalah fatwa
Nomor 4/1955 yang bunyinya antara lain ;
1. Bedah mayat itu mubah / boleh hukumnya untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dokter, dan penegakan keadilan di
antara umat manusia.
2. Membatasi kemubahan ini sekadar darurat saja
menurut kadar yang tidak boleh tidak harus di lakukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Bagaimana jika pihak keluarga melarang atau
menghalang – halangi pemeriksaan bedah mayat forensik, atau jika pihak dokter
enggan melaksanakan perintah undang – undang tersebut? Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dalam hal ini Pasal 222 berbunyi sebagai berikut ;
“Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah”.
Jelas memuat ancaman hukuman bagi siapa saja
yang mencegah atau menghalang – halangi pemeriksaan mayat forensik. Sebagai
umat Islam, kita harus berpendapat bahwa pemeriksaan mayat forensik bukan hal
yang mengada – ada. Bedah mayat forensik diperlukan guna membantu tegaknya
keadilan dan kebenaran diantara umat manusia.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate Lawyer
Pustaka
Abdul Mun'im Idries "Indonesia X - Files, Jakarta : Noura Books (PT Mizan Publika), 2013
Undang - Undang No 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana
______________ No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Abdul Mun'im Idries "Indonesia X - Files, Jakarta : Noura Books (PT Mizan Publika), 2013
Undang - Undang No 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana
______________ No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
No comments:
Post a Comment