Dear Pembaca
Keseharian hidup yang tak
bisa lepas dari interaksi sosial yang diwadahi oleh sosial media, terkadang
orang terlalu bisa menyimpulkan serta menilai orang lain dengan cara melihat
secara kasat mata telanjang tanpa mengetahui makna dari menilai orang lain itu
sendiri. Berangkat dari pemijikan pemikiran dari kalimat tersebut penulis
berupaya memberikan pandangan. Distingsi antara legalitas semata – mata dan
moralitas yang sebenarnya berarti bahwa tidak mungkin kita menilai orang lain secara
moral melulu dari tindakan – tindakan yang dapat kita amati diluar. Untuk menilai watak, sikap dasar dan mutu kepribadian
seseorang kita harus mengetahui motivasinya. Maka sangat sulit untuk
menjatuhkan penilaian moral terhadap orang lain. Yang dapat kita nilai adalah
sikap lahiriah. Kita boleh saja mengatakan bahwa tindakan atau kelakuan
tertentu kita anggap salah atau buruk dan menegur orang yang melakukanya.
Tetapi kita tidak berhak untuk langsung menarik kesimpulan bahwa orang itu
sendiri buruk. Barangkali ia salah perhitungan. Barang kali maksudnya baik.
Kita juga tidak pernah dapat mengatakan bahwa orang lain
berdosa. Yang dapat kita katakan ialah bahwa kelakuan seseorang tidak sesuai
dengan apa yang menurut hemat kita dituntut Tuhan. Jadi bahwa kelakuan itu dari
segi agama kita salah. Tetapi karena kita tidak dapat melihat kedalam hati
seseorang, kita juga tidak dapat mengatakan apakah ia dalam hatinya berdosa.
Hanya Tuhanlah yang dapat menilainya. Karena yang dipentingkan Tuhan adalah
hati dan budi orang, sedangkan kalau orang itu berbuat keliru karena bingung
atau kurang pintar atau salah tafsir, itu bagi Tuhan tidak menjadi masalah.
Jadi setiap penilaian bahwa orang lain merupakan orang
pendosa, orang terkutuk, pantas masuk neraka dan sebagainya merupakan
kemunafikan yang buruk sekali dan sering mengungkapkan lebih banyak tentang
watak orang yang menjatuhkan penilaian itu, dari pada tentang orang yang mau
dinilai. Orang yang tau diri di hadapan Tuhan tidak akan berani menjatuhkan
suatu penilaian yang hanya dapat diberikan oleh dia yang mengenal hati manusia
sampai sedalam – dalamnya.
Tentu saja, kalau kita mengenal seseorang dengan lebih
baik, kita dengan sendirinya mengetahui lebih banyak tentang motivasinya.
Dengan sendirinya kita tidak mudah “tertipu”
oleh perbuatan yang nampaknya baik sekali, tetapi sebetulnya hanya
berdasarkan perhitungan atau ketidakberanian untuk mengambil sikap sendiri.
Manusia tidak dapat untuk selamanya menyembunyikan motivasinya. Hal itu juga
berlaku sebaliknya. Kita akan mengerti bahwa tindakan yang secara objektif
kurang tepat atau bahkan sangat keliru, dapat saja keluar dari hati yang baik.
Ada semacam tes untuk mengecek hal itu.
Orang yang berbuat sesuatu yang secara objektif salah, padahal maksudnya
baik dan kita juga mengetahui hal itu, tetap akan kita percayai. Kita tidak
akan merasa takut ditipu olehnya. Barang kali kita sangat meragukan ketajaman
pemikiranya, tetapi kita merasa aman denganya. Kita tau bahwa ia orang baik.
Tetapi tentang orang yang kita kenal baik pun tetap berlaku bahwa kita tidak
mungkin mengetahui dengan seratus persen apa motivasinya. Itu terutama berlaku
bagi motivasi yang kita curigakan sebagai buruk. Kebaikan seseorang lama –
kelamaan akan menampakan diri. Kalau kita merasakan bahwa seseorang memang
baik, kita boleh, bahkan harus mengandaikan bahwa ia orang baik. Tetapi kalau
kita agak curiga tentang motivasinya seseorang, kita boleh saja tetap hati –
hati, tetapi kita tak pernah boleh dengan pasti menilai dia sebagai manusia
buruk. Karena rahasia hati orang bagaimanapun juga tertutup bagi kita.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate Lawyer
Pustaka
Franz Magnis Suseno "Etika Dasar Masalah - masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta : Kanisius, 1987.
Franz Magnis Suseno "Etika Dasar Masalah - masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta : Kanisius, 1987.
No comments:
Post a Comment