Sunday, 1 December 2019

BICARA DENGANKU HARUS DENGAN KEPASTIAN


Dear Pembaca

           
         Tema yang saya angkat, mungkin dari sebagian orang mengatakan terlalu premature di kehidupan yang fana ini. Tidak ada yang bisa memastikan apapun dalam hidup ini, maka dari itu timbulah sebuah petuah yang kerap di dengar yakni "Hidup Adalah Misteri". Orang yang selalu hidup dengan kepastian, biasanya sangat kecewa akan penolakan dalam hal apapun. Hidup terkadang harus belajar menerima, sekalipun itu berbentuk kekecewaan, dengan demikian akan lahir suatu kedewasaan dalam tata cara berpikir.
       Adapun maksud penulis berkata "BICARA DENGANKU HARUS DENGAN KEPASTIAN" yakni dalam konteks interaksi yuridis tepatnya dalam pendapat pribadi saksi sebagai salah satu kesempurnaan alat bukti. Terkadang saya selalu bersifat kritis pada saat berinteraksi dengan lawan bicara saya, dalam hal mendapatkan sumber informasi, contoh ; saya bertanya pada lawan bicara saya "kamu dapat informasi itu dari mana? kok bisa seyakin itu". Lawan bicara saya menjawab, "saya mendapat informasinya berdasarkan "dugaan", "asumsi", "perasaan" hingga "katanya". Oke kenapa saya selalu bersifat kritis dengan kata - kata ini jika keluar dari mulut lawan bicara saya dalam menggali suatu kebenaran, akan saya coba uraikan. "Dugaan" atau "Asumsi" dua kata itu hampir sama artinya dengan "pendapat pribadi". Dalam konteks yuridis dugaan pribadi dilarang dimasukan menjadi alat bukti keterangan saksi, didasarkan pada beberapa alasan;
1. Dugaan manusia pada umumnya 
    didasarkan pada daya tangkap 
    panca indra oleh karena itu akurasinya 
    suatu dugaan sangat tergantung 
    atau ditentukan oleh daya tangkap
    panca indra yang dimiliki orang 
    yang bersangkutan;
2. Dugaan mengandung unsur 
    keraguan, padahal yang dituntut hukum
    dari keterangan saksi bukan keraguan, 
    tetapi kepastian (certainly) atas kejadian
    atau peristiwa yang disaksikanya;
3. Secara hukum, tidak layak memasukan
    dan menilai suatu dugaan yang
    berisi keraguan sebagai alat bukti 
    untuk membenarkan atau menolak
    sesuatu fakta. (perhatikan Pasal 172 
    HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata)

           "Perasaan" dan "katanya", keterangan yang diberikan berdasarkan "perasaan" atau "katanya" pada hakikatnya merupakan cetusan pribadi yang bersifat subjektif. Kenapa? karena keterangan yang bersumber atau berdasarkan perasaan pribadi cenderung dipengaruhi dua faktor yakni ;
1. Kata hati sanubari, atau
2. Getaran jiwa seseorang.
Apabila kata hati sanubari atau getaran jiwa yang berbicara dalam memberikan keterangan, yang tampil menonjol dalam keterangan itu adalah luapan emosi, sedang peran dan fungsi pengalaman, penglihatan dan pendengaran saksi, dengan sendirinya kehilangan makna kendali.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

Pustaka


M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata", Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online