Dear Pembaca
Tema yang saya angkat, mungkin dari sebagian orang mengatakan terlalu premature di kehidupan yang fana ini. Tidak ada yang bisa memastikan apapun dalam hidup ini, maka dari itu timbulah sebuah petuah yang kerap di dengar yakni "Hidup Adalah Misteri". Orang yang selalu hidup dengan kepastian, biasanya sangat kecewa akan penolakan dalam hal apapun. Hidup terkadang harus belajar menerima, sekalipun itu berbentuk kekecewaan, dengan demikian akan lahir suatu kedewasaan dalam tata cara berpikir.
Adapun maksud penulis berkata "BICARA DENGANKU HARUS DENGAN KEPASTIAN" yakni dalam konteks interaksi yuridis tepatnya dalam pendapat pribadi saksi sebagai salah satu kesempurnaan alat bukti. Terkadang saya selalu bersifat kritis pada saat berinteraksi dengan lawan bicara saya, dalam hal mendapatkan sumber informasi, contoh ; saya bertanya pada lawan bicara saya "kamu dapat informasi itu dari mana? kok bisa seyakin itu". Lawan bicara saya menjawab, "saya mendapat informasinya berdasarkan "dugaan", "asumsi", "perasaan" hingga "katanya". Oke kenapa saya selalu bersifat kritis dengan kata - kata ini jika keluar dari mulut lawan bicara saya dalam menggali suatu kebenaran, akan saya coba uraikan. "Dugaan" atau "Asumsi" dua kata itu hampir sama artinya dengan "pendapat pribadi". Dalam konteks yuridis dugaan pribadi dilarang dimasukan menjadi alat bukti keterangan saksi, didasarkan pada beberapa alasan;
1. Dugaan manusia pada umumnya
didasarkan pada daya tangkap
panca indra oleh karena itu akurasinya
suatu dugaan sangat tergantung
atau ditentukan oleh daya tangkap
panca indra yang dimiliki orang
yang bersangkutan;
didasarkan pada daya tangkap
panca indra oleh karena itu akurasinya
suatu dugaan sangat tergantung
atau ditentukan oleh daya tangkap
panca indra yang dimiliki orang
yang bersangkutan;
2. Dugaan mengandung unsur
keraguan, padahal yang dituntut hukum
dari keterangan saksi bukan keraguan,
tetapi kepastian (certainly) atas kejadian
keraguan, padahal yang dituntut hukum
dari keterangan saksi bukan keraguan,
tetapi kepastian (certainly) atas kejadian
atau peristiwa yang disaksikanya;
3. Secara hukum, tidak layak memasukan
dan menilai suatu dugaan yang
dan menilai suatu dugaan yang
berisi keraguan sebagai alat bukti
untuk membenarkan atau menolak
sesuatu fakta. (perhatikan Pasal 172
HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata)
untuk membenarkan atau menolak
sesuatu fakta. (perhatikan Pasal 172
HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata)
"Perasaan" dan "katanya", keterangan yang diberikan berdasarkan "perasaan" atau "katanya" pada hakikatnya merupakan cetusan pribadi yang bersifat subjektif. Kenapa? karena keterangan yang bersumber atau berdasarkan perasaan pribadi cenderung dipengaruhi dua faktor yakni ;
1. Kata hati sanubari, atau
2. Getaran jiwa seseorang.
Apabila kata hati sanubari atau getaran jiwa yang berbicara dalam memberikan keterangan, yang tampil menonjol dalam keterangan itu adalah luapan emosi, sedang peran dan fungsi pengalaman, penglihatan dan pendengaran saksi, dengan sendirinya kehilangan makna kendali.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer
Pustaka
M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata", Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
No comments:
Post a Comment