Sunday, 22 December 2019

PROBLEMATIKA DALAM HUKUM YANG DINAMIS DIMANA HAKIM DIANGGAP MENGETAHUI SEMUA HUKUM SESUAI DENGAN ADAGIUM (CURIA NOVIT JUS)


Dear Pembaca


       
Hal yang melatarbelakangi penulis mengangkat tema ini sebagai artikel pada blog penulis yakni, dalam keseharian penulis sebagai praktisi hukum dan blogger kerap kali dihadapkan pada kondisi seperti tema diatas didalam menjalankan rutinitas keseharian. Menjadi suatu hal yang mengganggu pikiran jika tidak dituangkan dalam suatu penulisan. Diantara para penegak hukum seperti Advokat, Jaksa, Polisi serta Hakim, Hakim mempunyai pertarungan terhadap suatu aturan hukum yang semestinya hingga melihat pada nurani yang mendalam atas keyakinanya dalam memutus suatu perkara. Selain itu seorang Hakim pun mempunyai tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di akhir kehidupan nanti, atas apapun yang diputuskan dalam menjalankan profesi sebagai hakim semasa hidupnya.
                Hakim dianggap mengetahui semua hukum (curia novit jus ). Prinsip ini ditegaskan juga dalam penjelasan Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970, diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999. Meskipun hal itu tidak disebut dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004, ketentuan ini dianggap tetap melekat pada UU No. 4 Tahun 2004 sesuai dengan keberadaanya sebagai pengganti UU No. 14 Tahun 1970. Dikatakan Hakim sebagai organ pengadilan : (1) Dianggap memahami hukum, (2) Oleh karena itu harus memberi pelayanan setiap pencari keadilan yang memohon keadilan kepadanya dan (3) Apabila Hakim dalam memberi pelayanan menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum tertulis, Hakim wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutuskan perkara berdasar hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh Kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara.
                Berdasarkan adagium curia novit jus, Hakim dianggap mengetahui dan memahami segala hukum. Dengan demikian, Hakim yang berwenang menentukan hukum objektif mana yang harus diterapkan (toepassing) sesuai dengan materi pokok perkara yang menyangkut hubungan hukum pihak – pihak yang berperkara dalam konkreto. Karena itu soal menemukan dan menerapkan hukum objektif, bukan hak dan kewenangan para pihak, tetapi mutlak menjadi kewajiban dan kewenangan Hakim. Para pihak tidak wajib membuktikan hukum apa yang harus diterapkan, karena hakim dianggap mengetahui segala hukum.
                Adagium atas prinsip curia novit jus pada dasarnya hanya teori dan asumsi. Dalam kenyataan anggapan itu keliru, karena bagaimanapun luasnya seorang pengalaman Hakim, tidak mungkin mengetahui segala hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun adagium itu sengaja dikedepankan untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar – benar mengadili perkara yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan diluar hukum. Sebaliknya adagium itu mengandung sisi negatif berupa arogansi dan kecerobohan. Timbul perasaan super, dan menganggap sepi kebenaran hukum objektif yang dikemukakan para pihak, dan merasa dirinya tahu segala hal dengan alasan, Hakim paling tahu segala hukum. Padahal yang menyangkut hukum bisnis yang berkenaan dengan transaksi berskala Internasional, barang kali pengetahuan Hakim sangat terbatas. Menghadapi hal yang demikian, Hakim harus berani membuang jauh – jauh perasaan super, dan mau menerima dasar – dasar hukumnya yang dikemukakan para pihak agar putusan yang dijatuhkan tidak menyimpang dari ketentuan dan jiwa hukum objektif yang sebenarnya.
           Perlu dicermati juga bahwasanya Hakim merupakan manusia biasa yang tak luput akan kekeliruan dalam menjalankan tugasnya, maka dari hal itu para pihak yang berperkara di Pengadilan harus tetap bisa membuktikan akan dalil - dalil yang diucap dan paham betul akan suatu konteks hukum, baik hukum materill maupun hukum formil dalam beracara. Hormatilah proses hukum yang berjalan serta tetap mengedepankan professional profesi yang dibalut dengan kode etik. Karena bagaimanapun keadilan yang seutuhnya merupakan hak semua para pencari keadilan.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer


Pustaka

M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata", Jakarta : Sinar Grafika, 2016.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online