Dear Pembaca
Hal yang melatarbelakangi penulis
mengangkat tema ini sebagai artikel pada blog
penulis yakni, dalam keseharian penulis sebagai praktisi hukum dan blogger kerap kali dihadapkan pada
kondisi seperti tema diatas didalam menjalankan rutinitas keseharian. Menjadi
suatu hal yang mengganggu pikiran jika tidak dituangkan dalam suatu penulisan.
Diantara para penegak hukum seperti Advokat, Jaksa, Polisi serta Hakim, Hakim
mempunyai pertarungan terhadap suatu aturan hukum yang semestinya hingga melihat pada nurani yang mendalam atas keyakinanya dalam memutus suatu perkara.
Selain itu seorang Hakim pun mempunyai tanggung jawab yang akan dipertanyakan
kelak di akhir kehidupan nanti, atas apapun yang diputuskan dalam menjalankan
profesi sebagai hakim semasa hidupnya.
Hakim
dianggap mengetahui semua hukum (curia
novit jus ). Prinsip ini ditegaskan juga dalam penjelasan Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970, diubah
dengan UU No. 35 Tahun 1999. Meskipun hal
itu tidak disebut dalam penjelasan Pasal
16 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004, ketentuan ini dianggap tetap melekat pada UU No. 4 Tahun 2004 sesuai dengan
keberadaanya sebagai pengganti UU No. 14
Tahun 1970. Dikatakan Hakim sebagai organ pengadilan : (1) Dianggap memahami hukum, (2) Oleh karena itu harus memberi pelayanan setiap pencari keadilan yang
memohon keadilan kepadanya dan (3) Apabila Hakim dalam memberi pelayanan
menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum tertulis, Hakim wajib menggali
hukum tidak tertulis untuk memutuskan perkara berdasar hukum sebagai orang yang
bijaksana dan bertanggung jawab penuh Kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Berdasarkan
adagium curia novit jus, Hakim
dianggap mengetahui dan memahami segala hukum. Dengan demikian, Hakim yang
berwenang menentukan hukum objektif mana yang harus diterapkan (toepassing) sesuai dengan materi pokok
perkara yang menyangkut hubungan hukum pihak – pihak yang berperkara dalam konkreto. Karena itu soal menemukan dan
menerapkan hukum objektif, bukan hak dan kewenangan para pihak, tetapi mutlak
menjadi kewajiban dan kewenangan Hakim. Para pihak tidak wajib membuktikan
hukum apa yang harus diterapkan, karena hakim dianggap mengetahui segala hukum.
Adagium
atas prinsip curia novit jus pada
dasarnya hanya teori dan asumsi. Dalam kenyataan anggapan itu keliru, karena
bagaimanapun luasnya seorang pengalaman Hakim, tidak mungkin mengetahui segala
hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun adagium itu sengaja dikedepankan
untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar – benar mengadili
perkara yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan diluar hukum. Sebaliknya
adagium itu mengandung sisi negatif berupa arogansi dan kecerobohan. Timbul
perasaan super, dan menganggap sepi kebenaran hukum objektif yang dikemukakan
para pihak, dan merasa dirinya tahu segala hal dengan alasan, Hakim paling tahu
segala hukum. Padahal yang menyangkut hukum bisnis yang berkenaan dengan
transaksi berskala Internasional, barang kali pengetahuan Hakim sangat
terbatas. Menghadapi
hal yang demikian, Hakim harus berani membuang jauh – jauh perasaan super, dan
mau menerima dasar – dasar hukumnya yang dikemukakan para pihak agar putusan
yang dijatuhkan tidak menyimpang dari ketentuan dan jiwa hukum objektif yang
sebenarnya.
Perlu dicermati juga bahwasanya Hakim merupakan manusia biasa yang tak luput akan kekeliruan dalam menjalankan tugasnya, maka dari hal itu para pihak yang berperkara di Pengadilan harus tetap bisa membuktikan akan dalil - dalil yang diucap dan paham betul akan suatu konteks hukum, baik hukum materill maupun hukum formil dalam beracara. Hormatilah proses hukum yang berjalan serta tetap mengedepankan professional profesi yang dibalut dengan kode etik. Karena bagaimanapun keadilan yang seutuhnya merupakan hak semua para pencari keadilan.
Perlu dicermati juga bahwasanya Hakim merupakan manusia biasa yang tak luput akan kekeliruan dalam menjalankan tugasnya, maka dari hal itu para pihak yang berperkara di Pengadilan harus tetap bisa membuktikan akan dalil - dalil yang diucap dan paham betul akan suatu konteks hukum, baik hukum materill maupun hukum formil dalam beracara. Hormatilah proses hukum yang berjalan serta tetap mengedepankan professional profesi yang dibalut dengan kode etik. Karena bagaimanapun keadilan yang seutuhnya merupakan hak semua para pencari keadilan.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer
Pustaka
M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata", Jakarta : Sinar Grafika, 2016.
M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata", Jakarta : Sinar Grafika, 2016.
No comments:
Post a Comment