Monday, 27 January 2020

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOPERASI SIMPAN PINJAM BERKAITAN DENGAN KREDIT MACET YANG SERING TERJADI DI DALAM PRAKTEKNYA.


Dear Pembaca


Sebelum memasuki suatu analisa yang dikemas dalam pandangan hukum terhadap tema diatas, perkenankan penulis memberikan suatu makna mengenai Koperasi dan Kredit agar tidak terjebak dalam pemahaman yang melebar dari substansi materi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan makna dari Koperasi yakni perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan para anggota dengan cara menjual barang keperluan sehari – hari dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung) dan kredit mempunyai arti dalam KBBI yakni cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur) ; pinjam uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur ; penambahan saldo rekening, sisa utang, modal dan pendataan bagi penabung ; pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain ; sisi kanan neraca (di Indonesia).
            Sekedar menyegarkan ingatan terhadap aturan mengenai perkoperasian, Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan undang – undang terbaru terkait perkoperasian yakni Undang – Undang No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. Pembatalan aturan tersebut diantaranya karena roh korporasi terus masuk ke sendi – sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha yang sesuai dengan ke gotongroyongan koperasi, yang diindikasi bernuansa korporasi. Untuk menghindari kekosongan hukum, Mahkamah menyatakan berlaku kembali Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Untuk sementara waktu undang – undang tersebut berlaku sampai dengan terbentuknya undang – undang yang baru.
            Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan koperasi yaitu “badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Pasal tersebut memberikan makna bahwa koperasi merupakan gerakan ekonomi yang dikelola menggunakan asas kekeluargaan dan asas kebersamaan.
            Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi yang selanjutnya akan disebut dengan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, kegiatan usaha koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam adalah menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain, dan / anggotanya. Modal sendiri koperasi terdiri dari Simpanan Pokok yang harus disetorkan oleh setiap anggota pada saat mulai menjadi anggota koperasi, simpan wajib adalah simpanan yang wajib dilakukan oleh setiap anggota secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan, cadangan dari sisa hasil usaha yang dialokasikan dan hibah dari pihak – pihak tertentu.
            Dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam dilakukan secara sederhana tidak seperti bank namun masih memenuhi persyaratan prinsip dari pemberian kredit pola kesepakatan tertulis dalam rangka menjamin kepastian hukum apabila dikemudian hari terjadi sengketa diantara para pihak, maka kontrak tersebut akan dijadikan sebagai alat bukti tertulis guna mendalilkan tentang kebenaran dari hubungan yang telah terjalin beserta hak dan kewajiban masing – masing. Maka dari itu ikatan perjnajian menurut pandangan penulis sangat berperan penting dalam kesepakat dalam pemberian kredit oleh koperasi.
            Tetapi dalam setiap penagihan belum tentu dengan mudah dilakukan, dapat dimungkinkan terjadinya kendala – kendala dalam proses penagihan dimana hal tersebut dapat mengakibatkan kredit macet. Kredit macet ini menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengambil kredit mengalami risiko kegagalan bahkan cenderung menuju ke arah koperasi memperoleh rugi berdampak terhadap dana yang dimiliki dan kesehatan koperasi.

PERLINDUNGAN HUKUM KOPERASI TERKAIT SIMPAN PINJAM DALAM MEMBERIKAN KREDIT
            Perlu diketahui setiapa badan hukum pasti memiliki aturan serta anggaran dasar yang dipahami, begitupun koperasi. Koperasi simpan pinjam memiliki standar operasional manajemen untuk memberikan pelayanan yang prima bagi anggotanya. Ruang lingkup standar operasional manajemen usaha terdapat pada Pasal 15 ayat (3) Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menenegah Republik Indonesia No. 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi yang menyebutkan standar operasional manajemen usaha terdiri dari :
a. penghimpunan dan penyaluran dana;
b. jenis pinjaman;
c. persyaratan calon pinjaman;
d. pelayanan pinjaman kepada unit lain;
e. batasan maksimum pinjaman;
f.  biaya administrasi pinjaman;
g. agunan;
h. pengembalian dan jangka waktu pinjaman;
i.  analisis pinjaman;
j.  pembinaan anggota oleh KSP/USP koperasi; dan
k. penanganan pinjaman bermasalah.

Rapat anggota wajib dilaksanakan minimal 1 kali dalam setahun hal ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam hal kegiatan yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam / unit simpan pinjam koperasi. Rapat anggota adalah tempat dimana suara – suara anggota berkumpul dan diadakan pada waktu – waktu tertentu.
             Selain mempunyai standar operasional manajemen usaha, Koperasi pun mempunyai aturan mengenai pemeriksaan koperasi yang dilakukan oleh pengawas seperti dalam Pasal 5 Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Dekosentrasi Dalam Rangka Memfasilitasi Kegiatan Teknis Program Penguatan Kelembagaan Koperasi Untuk Satgas Pengawas Koperasi Tahun 2016. Yang menyebutkan ;
Tugas Satgas Pengawasan Koperasi meliputi ;
a.  Pembinaan pengendalian integral, pengawasan dan pemeriksaan koperasi ;
b. Melakukan kordinasi dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan koperasi secara obyektif ;
c.  Melakukan advokasi dalam rangka penyelesaian kasus – kasus koperasi serta perbaikan terhadap aspek – aspek yang lemah dalam pengawasan agar dalam waktu 1 (satu) tahun sudah terjadi perbaikan dan peningkatan di wilayahnya ;
d. Menerbitkan kewajiban pelaporan oleh koperasi, melakukan tindak lanjut analisa dan teguran atau surat – surat pembinaan atas hasil analisa laporan – laporan.

            Penulis mempunyai pandangan terhadap pelaksanaan perjanjian kredit terkait penggunaan dana koperasi simpan pinjam yang seharusnya dilakukan secara tertulis dan tetap mengikuti syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Pada koperasi simpan pinjam diperlukan agunan yang dijaminkan untuk menentukan besaran kredit yang akan diberikan, sedangkan jika tidak menggunakan agunan, pembayaran menggunakan sistem potong gaji atau penghasilan bulanan  dan untuk besarnya kredit yang diberikan tergantung dari gaji serta penghasilan bulanan yang dimiliki anggota.
            Perlindungan dana koperasi simpan pinjam dalam mencegah terjadinya kredit macet, dengan melaksanakan kegiatan usaha sesuai standar operasioanl manajemen yang terdapat pada Peraturan Menteri tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Dalam Mengikat pada suatu perjanjian tertulis juga harus diperhatikan besaran jaminan yang diberikan dan patut dilihat kesanggupan anggota dalam mengembalikan pinjaman yang akan diberikan nanti, serta seharusnya koperasi simpan pinjam tidak menunggu hingga terjadinya kredit macet dan pengurus koperasi juga harus secara aktif memantau anggotanya.
R. Rendi Sudendi, SH

Associate lawyer

DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menenegah Republik Indonesia No. 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Dekosentrasi Dalam Rangka Memfasilitasi Kegiatan Teknis Program Penguatan Kelembagaan Koperasi Untuk Satgas Pengawas Koperasi Tahun 2016
Janus Sidabalok, “Hukum Perusahaan”, Nuansa Aulia : Bandung, 2012.
Hendrojogi, “Koperasi : Asas – asas, Teori dan Praktik”, Rajawali Pers : Jakarta, 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 25 Januari 2020, Pukul 21:30 WIB.

Saturday, 25 January 2020

PROBLEMATIKA SERTA PERBEDAAN ANTARA SEWA BELI DENGAN JUAL BELI CICILAN


Dear Pembaca


Tema diatas kerap kali dalam kehidupan sehari – hari di dengar, karena kegiatan jual – beli, sewa – menyewa hingga utang – piutang pasti akan dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Sebelum penulis memberikan suatu pandangan, penulis akan memaparkan beberapa definisi dari beberapa kata yang menjadi essensi dari tema diatas. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi mengenai ; sewa, beli, hingga cicilan. Sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang, uang yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu ; ongkos ; biaya pengangkutan (transport), beli artinya memperoleh sesuatu melalui penukaran (pembayaran) dengan uang ; memperoleh sesuatu dengan pengorbanan (usaha dan sebagainya) yang berat biarpun harganya mahal, tetapi dapat dipakai lama karena mutunya baik. Cicilan mempunyai makna uang untuk mencicil (utang dan sebagainya) ; angsuran.
                Setelah menguraikan beberapa definisi dengan sumber dari KBBI penulis mempunyai pemijakan dalam pemikiran yang coba akan disederhanakan dan dikaitkan dengan hukum perkreditan. Sewa – beli dengan jual beli cicilan dalam faktanya harus berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang menghendaki perjanjian tersebut. Sebenarnya kedua perjanjian tersebut belum diatur secara khusus dalam KUH-per yang berlaku. Namun, telah lahir dalam praktik kehidupan sehari – hari, khususnya dalam dunia perdagangan.
                Membeli barang dengan sistem cicilan dibagi kedalam dua macam perjanjian yakni;
1.  Perjanjian sewa – beli (hire purchase). Dalam perjanjian ini, pembeli berstatus sebagai penyewa terhadap barang yang disewabelikan itu. Sehingga, hak milik barang tersebut belum menjadi milik pembeli sampai dilunasinya cicilan terakhir oleh pembeli.
2.   Perjanjian jual – beli dengan cicilan (credit sale). Dalam perjanjian ini, pembeli menjadi pemilik barang seketika barang diserahkan kepadanya (meski belum lunas). Namun, harga barangnya dibeli dengan cicilan.
Kedua perjanjian ini memiliki akibat hukum yang berbeda ;
1.   Dalam perjanjian sewa – beli, pembeli tidak boleh mengalihkan barang / benda tersebut, baik dengan menjual maupun menggadaikanya kepada pihak lain. Sebab, hak milik atas barang tidak berpindah seketika kepada pembeli sampai dengan lunasnya cicilan terakhir. Dan apabila pembeli telah mengalihkanya kepada pihak lain, maka pembeli terkena tindak pidana penggelapan.
2.   Dalam perjanjian jual – beli dengan cicilan (credit sale ), pembeli sudah menjadi pemilik walau harga barang belum lunas, sehingga ia boleh mengalihkanya kepada pihak lain.
                Dengan adanya perbedaan status pemilikan atas barang sebagai akibat adanya perbedaan perjanjian sewa – beli dan jual – beli dengan cicilan, maka jelaslah kepentingan pihak ketiga dalam jual – beli dengan cicilan adalah terjamin. Sedangkan pada sewa – beli, pihak ketiga pada sewa – beli harus dapat membuktikan itikad baiknya dalam hal dia menguasai barang yang diperoleh dari pembelian perjanjian sewa – beli.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer


Pustaka
Wawan Tunggul Alam, “Kasus – kasus Hukum Dalam Kehidupan Sehari – hari Hukum Bicara Masalah Keluarga, Perdata, Pidana, Hukum Pidana dan Hukum Perdata”, Indocamp : Jakarta, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 25 Januari 2020, Pukul 21:30 WIB.


PERSPEKTIF HUKUM PIDANA TERKAIT HUKUMAN MENGGUGURKAN KANDUNGAN (ABORTUS)


Dear Pembaca


Dalam pergaulan kehidupan remaja hingga taraf kehidupan orang dewasa yang semakin bebas tanpa hambatan serta tidak menghiraukan pendidikan keyakinan ajaran agama yang diyakini hingga instrument hukum yang ada dalam kehidupan manusia termasuk didalamnya pergaulan seks bebas pra nikah. Penulis terkadang merasa seperti ada yang salah dalam pemahaman kehidupan seperti ini, antara lain : siapakah yang salah, apakah orang tuanya dalam mendidik anak – anaknya baik memberikan pengarahan tentang dasar – dasar keyakinan agama yang diyakini atau memberikan pemahaman pendidikan seks pra nikah secara dini yang diterapkan, hingga bisa terlampau jauh tengelam dalam pergaulan bebas atau faktor lingkungan pergaulan si remaja atau orang dewasa ini  yang salah. Penulis kerap kali menyoroti hal ini dalam kehidupan di kota besar hingga melakukan riset ke daerah – daerah untuk mendapatkan jawaban atas kerisauan dalam pertanyaan ini.
                Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari aborsi adalah pengguguran kandungan. Memang benar, tindakan menggugurkan kandungan atau biasa disebut abortus (pengguguran kehamilan) termasuk tindak kejahatan, dan diatur dalam Pasal 346 – 349 KUHP, yang bunyinya ;
Pasal 346 KUHP
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP
(1)   Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2)   Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP
(1)   Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2)   Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah-satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Dan Pasal 299 KUHP
Pasal 299 KUHP
(1)  Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2)   Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3)   Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

                Pasal 346 KUHP intinya menyebutkan perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandunganya atau menyuruh orang lain dihukum 4 tahun penjara. Menurut ilmu hukum pidana, abortus ialah suatu perbuatan yang mengakibatkan bayi, yang masih berada dalam kandunganya (janin) dihentikan hidupnya sebelum konsepsi dilahirkan, dengan tak memperdulikan berapa umurnya dalam kehamilan, dan apakah dilakukan dalam keadaan hidup atau mati.
                Jadi, abortus itu meliputi waktu : pembuahan sampai anak itu lahir menurut alam. Dan, menurut Pasal 346 dan 347 KUHP, abortus merupakan keluarnya hasil kehamilan sebelum berusia 28 minggu dalam kandunganya, atau berat tubuh 1 kg dan dilahirkan dalam keadaan mati. Abortus terbagi dalam ;
1.  Abortus Spontanus (dengan alam) ;
2.  Abortus Provokatus ; dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan tertentu, yakni;
a.  Abortus Provokatus Kriminalis : abortus yang dilarang undang – undang (tergolong kejahatan), dapat terkena sanksi pidana Pasal 346 – 349 KUHP.
b.  Abortus Provokatus Theraventicus : abortus yang dilakukan kedokteran demi untuk menyelamatkan jiwa atau kesehatan si ibu. Umpamanya, seorang ibu berpenyakit jantung dan bila melahirkan akan terancam jiwanya, maka terpaksa dilakukan abortus. Abortus jenis ini bukan tergolong tindak kejahatan dan tidak dapat dihukum.
Menurut KUHP, abortus dengan pertimbangan apa pun dilarang, kecuali abortus provokatus theraventicus, yakni yang dilakukan berdasarkan pertimbangan kedokteran.

R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

Pustaka
Undang – Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.
Wawan Tunggul Alam, “Kasus – kasus Hukum Dalam Kehidupan Sehari – hari Hukum Bicara Masalah Keluarga, Perdata, Pidana, Hukum Pidana dan Hukum Perdata”, Indocamp : Jakarta, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 23 Januari 2020, Pukul 21:30 WIB.

PERSPEKTIF YURIDIS TERKAIT HUKUM PERTUNANGAN


Dear Pembaca


Detik tidak pernah berjalan mundur, tetapi pagi selalu menawarkan hal yang baru. Sebelum penulis mengurakaikan secara yuridis terkait tema diatas perkenankan penulis menguraikan definisi keindahan terhadap cinta. Penulis punya pandangan apabila kalian mencintai, janganlah berkata “Tuhan ada di dalam hatiku”, tapi sebaliknya kalian merasa “Aku berada didalam Tuhan”. Dan juga jangan kalian mengira bahwa kalian dapat menentukan arah cinta, karena cinta apabila telah menjatuhkan pilihan pada kalian, dialah yang menentukan perjalanan hidup kalian. Cinta tidak mempunyai hasrat selain mewujudkan maknanya sendiri. Namun jika kalian mencintai disertai berbagai hasrat, maka wujudkanlah demikian : meluluhkan diri, mengalir bagaikan anak sungai, yang menyanyikan lagi persembahan malam, mengenali kepedihaan kemesraan yang terlalu dalam. Merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta dan meneteskan darah dengan suka rela.
                Tuhan menganugrahi cinta disetiap insan yang hidup serta menciptakan manusia untuk saling mengasihi lawan jenisnya. Jika keseriusan dalam hubungan yang dikiranya akan bermuara kepada keyakinan untuk menciptakan suatu keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimulai dengan suatu pertunangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna dari pertunangan itu sendiri.
                Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan pertunangan yakni perbuatan (hal dan sebagainya) bertunangan atau menunangkan. Perlu dipahami, bahwa pertunangan merupakan salah satu proses hubungan antara seorang pria dan wanita yang akan mengikatkan diri untuk membentuk rumah tangga. Tetapi pertunangan itu tidak diatur dalam UU Perkawinan. Jadi, dalam hal ini pertunangan hanya kebiasaan masyarakat saja.
                Pertunangan hanya mempunyai konsekuensi moral dan sopan santun, maupun adat istiadat dari masing – masing pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan. Tidak ada perlindungan hukum dalam tali pertunangan. Pertunangan bisa berlanjut atau putus begitu saja tanpa suatu proses hukum.
                Penulis akan memberikan simulasi percintaan yang dibalut dengan aspek yuridis.  A seorang gadis berusia dua puluh dua tahun, dan telah bertunangan dengan B seorang Pria yang berusia dua puluh enam tahun. Karena A yakin akan cinta B, ia pun yakin terhadap tunanganya itu. Akan tetapi, ternyata A mengetahui bahwa B telah menjalin cinta dengan gadis lain. A sedih, karena tunanganya itu telah mengingkari cintanya. Bahkan B berencana menikah dengan pacar barunya itu. Disini A tidak dapat melakukan upaya hukum menuntut pembatalan perkawinan B dengan pacar barunya. Sebab UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya pada Pasal 23 menegaskan antara lain yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah suami dan istri. Sedangkan A belum menjadi istri B dan UU Perkawinan tidak mengatur terkait pertunangan, dan pertunangan hanya bersifat kebiasaan masyarakat saja yang konsekuensinya hanya moral serta sopan santun, maupun adat istiadat dari masing – masing pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

Pustaka
Kahlil Gibran, “Trilogi Hikmah Abadi”, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 1999.
Wawan Tunggul Alam, “Kasus – kasus Hukum Dalam Kehidupan Sehari – hari Hukum Bicara Masalah Keluarga, Perdata, Pidana, Hukum Pidana dan Hukum Perdata”, Indocamp : Jakarta, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 22 Januari 2020, Pukul 22:30 WIB.

Tuesday, 21 January 2020

MENANGANI DEADLOCK KETIKA BERNEGOISASI


Dear Pembaca


Manusia dalam kehidupan keseharianya pasti akan mengalami interaksi kepada manusia lainya. Maka manusia juga disebut makhluk sosial. Apakah anda seorang pebisnis, atau berprofesi lain, pasti anda pernah dihadapkan pada suatu kegiatan bernegoisasi. Jika pertanyaan tersebut ditujukan terhadap penulis, penulis akan menjawab yes atau iya. Kegiatan bernegoisasi menurut penulis adalah suatu kegiatan yang perlu dibekali oleh kemampuan serta jam terbang yang cukup, terkadang pada saat kegiatan bernegoisasi itu dilakukan tak menutup kemungkinan akan melahirkan jalan buntu atau yang biasa dikenal dengan sebutan deadlock.
                Karena harus diakui bahwa salah satu kemungkinan yang bisa terjadi dalam proses negoisasi adalah situasi dimana semua pihak yang bernegoisasi “sepakat untuk tidak sepakat”. Oleh sebab itu mengurangi risiko tersebut penulis akan berupaya memberikan pandangan serta pengalaman penulis dalam situasi tersebut.
UPAYA MENANGANI PADA SITUASI DEADLOCK
1. Satu – satunya cara untuk memecahkan atau keluardari deadlock adalah dengan menghadirkan pihak ketiga.
2. Pihak ketiga bertindak sebagai mediator atau arbitrator. Mediator hanya dapat memfasilitasi suatu solusi, namun kedua belah pihak sebelumnya sepakat bahwa mereka akan patuh pada putusan akhir arbitrator.
3. Jangan berpendapat bahwa menghadirkan pihak ketiga sebagai kegagalan anda. Ada banyak alasan mengapa pihak ketiga dapat mencapai suatu solusi di mana para pihak yang terlibat dalam negoisasi tidak bisa mencapainya sendiri.
4. Pihak ketiga dilihat sebagai pihak netral oleh kedua belah pihak. Jika pihak ketiga tidak netral, ia harus memposisikan dirinya seolah – olah dia netral dengan membuat konsesi kecil untuk pihak lawan di awal negoisasi.
5. Siapkanlah diri anda tentang kemungkinan terjadinya deadlock. Anda hanya bisa mengembangkan kekuatan penuh anda sebagai seorang Power Negotiator jika anda berusaha. Bila anda menolak kemungkinan terjadinya deadlock, anda menyia – nyiakan poin penekan anda yang sangat berharga.
6. Anda bisa belajar serta memahami seni mediasi dan arbitrasi untuk mengurangi bahkan melunakan situasi deadlock tersebut.

 R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer
Pustaka
Roger Dawson, Seni Negoisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama2010.

Kompas, “ini 3 cara mengurangi deadlock dalam bernegoisasi”, www.kompas.com diakses pada tanggal 22 Januari 2020.

KARAKTERISTIK SISTEM BISNIS FRANCHISE (WARALABA) SERTA KEUNTUNGAN DAN KERUGIANYA


Dear Pembaca


Memahami tema diatas, menurut penulis itu perlu. Bagaimana pun seseorang dalam menjalani kehidupanya dalam memperoleh income, baik yang pasif maupun aktif, banyak caranya. Dengan perkembangan roda kehidupan yang terus bergulir tanpa disadari, begitupun perkembangan sistem bisnisnya. Penulis akan berusaha mengulas serta memberikan pandangan terkait sistem bisnis franchise ini. Franchise pada mulanya dipandang bukan sebagai suatu usaha (bisnis), melainkan sebagai suatu konsep, metode ataupun sistem pemasaran yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan (franchisor) untuk mengembangkan pemasaranya tanpa melakukan investasi langsung pada outlet (tempat penjualan), melainkan dengan melibatkan kerjasama pihak lain (franchise) selaku pemilik outlet. Sosok ini merupakan konsep tradisional. Kata franchise sebenarnya berasal dari Prancis yangberarti bebas, atau lebih lengkap lagi bebas dari perhambaan (free from servitude). Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.
                Dapat juga disebutkan bahwa franchise adalah hubungan berdasarkan kontrak lisensi yang menimbulkan cara memasarkan barang atau jasa dengan memberi unsur control tertentu kepada pemasok (franchisor) sebagai imbalan bagi yang diperoleh oleh pihak yang mendapatkan hak (franchisee) untuk menggunakan merek dan nama barang franchisor. Perusahaan yang memberikan lisensi disebut franchisor dan penyalurnya disebut franchisee. Dengan perkembangan sistem bisnis franchise ini, penulis pun memberikan 4 hal yang menonjol dalam hal pemasaran konsep franchise yaitu ;
1. Product ;
2. Price ;
3. Place / distribution ;
4. Promotion
KARAKTERISTIK DASAR FRANCHISE
1. Harus ada perjanjian (kontrak) tertulis, yang mewakili kepentingan yang seimbang antara franchisor dengan franchisee. Isi kontrak pada dasarnya dapat dinegoisasi. Isi kontrak hendaknya didasarkan pada kesempatan kedua belah pihak.
2. Franchise harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan dimasukinya. Juga memelihara kelangsungan usaha franchise dengan memberikan dukungan dalam berbagai aspek bisnis (misalnya periklanan, supervise dan sebagainya).
3. Franchisee diperbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan menggunakan nama / merek dagang, format dan atau prosedur, serta segala nama (reputasi) baik yang dimiliki franchisor.
4. Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dari sumber dananya sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain (misalnya kredit perbankan). Pada outlet (tempat penjualan) yang dikelola franchisee, tidak ada investasi langsung dari franchisor. Yang lazim adalah pengadaan peralatan dengan fasilitas leasing atau barang dagangan secara cicilan oleh franchisor, atau pengadaan gedung oleh franchisor, atau pengadaan gedung oleh franchisor yang disewakan kepada franchisor ke dalam unit usaha yang dikelola franchisee.
5. Franchisee berhak secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6. Franchisee membayar fee dan atau royalty kepada franchisor tertentu yang royalty umumnya hanya dikenakan oleh franchisor tertentu yang sudah memiliki merek dagang yang terkenal. Sedangkan fee merupakan bentuk beban (charge) yang umum dikenakan oleh franchisor.
7. Franchise berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satu – satunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkanya.
8. Transaksi yang terjadi antara franchisor dengan franchisee bukan merupakan transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.
KEUNTUNGAN DARI FRANCHISE
1. Diberikanya latihan dan pengarahan yang diberikan oleh franchisor. Latihan awal ini diikuti oleh pengawasan yang berlanjut.
2. Diberikanya bantuan financial dari franchisor. Biaya permulaan tinggi, dan sumber modal dari pengusaha sering terbatas. Bila prospek usaha dianggap suatu risiko yang baik, franchisor sering memberikan dukungan financial dengan franchisee.
3. Diberikanya penggunaan nama perdagangan, produk atau merek yang telah dikenal.
KERUGIAN DARI FRANCHISE
1. Adanya program latihan yang dijanjikan franchisor kadangkala jauh dari apa yang diinginkan oleh franchisee.
2. Perincian setiap hari tentang penyelengaraan Perusahaan sering diabaikan.
3. Hanya sedikit sekali kebebasan yang diberikan kepada franchisee untuk menjalankan akal budi mereka sendir. Mereka mendapatkan diri mereka terikat pada suatu kontrak yang melarang untuk membeli baik peralatan maupun perbekalan dari tempat lain.
4. Pada bisnis franchise jarang mempunyai hak untuk menjual perusahaan kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu menawarkanya kepada franchisor dengan harga yang sama.Memahami tema diatas, menurut penulis itu perlu. Bagaimana pun seseorang dalam menjalani kehidupanya dalam memperoleh income, baik yang pasif maupun aktif, banyak caranya. Dengan perkembangan roda kehidupan yang terus bergulir tanpa disadari, begitupun perkembangan sistem bisnisnya. Penulis akan berusaha mengulas serta memberikan pandangan terkait sistem bisnis franchise ini.

R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

PUSTAKA
Richard Burton Simatupang, “Aspek Hukum Dalam Bisnis”, Jakarta : Rineka Cipta, 2003.

      



Sunday, 19 January 2020

PERBEDAAN KERUGIAN YANG MASUK DALAM PERISTIWA HUKUM PIDANA DAN KERUGIAN YANG MASUK DALAM PERISTIWA HUKUM PERDATA


Dear Pembaca


Perlu penulis arahkan dalam pemahaman tema diatas yakni, agar terjadi suatu frekuensi dalam satu rel yang lurus supaya tidak menjadi suatu bayang – bayang yang hanya bisa melesat cepat mengikuti rel lurus tersebut. Berbicara mengenai suatu kerugian atas terjadinya peristiwa hukum, perlu diperhatikan apakah kerugian tersebut dominan dalam suatu ranah hukum pidana atau hukum perdata. Dengan pengertian yang benar akan peristiwa hukum yang sedang dialami, akan mampu memberikan gambaran apakah peristiwa itu peristiwa pidana, atau peristiwa itu masuk ke dalam kelompok atau ranah peristiwa perdata. Bagaimana cara mengidentifikasi kerugian  itu masuk dalam peristiwa hukum pidana atau dalam peristiwa hukum perdata dapat di identifikasi melalui langkah – langkah berikut ini;

KERUGIAN YANG MASUK DALAM PERISTIWA PIDANA
                Kerugian yang terjadi yang dapat saja bersifat materiil dan non materiil (kebendaan dan bukan kebendaan). Kerugian materiil misalnya kerugian dengan ukuran sejumlah uang, dapat kerusakan barang, atau sesuatu yang dapat di ukur dengan nominal. Dengan catatan bahwa kerugian yang timbul ini bukan suatu risiko yang telah diperjanjikan atau diperhitungkan sebelumnya, atau dengan kata lain kerugian itu akibatnya adanya tindakan curang oleh pihak lain, atau risiko kerugian itu terjadi karena itikad buruk salah satu pihak yang merugikan pihak lain, atau dengan kata lain timbulnya kerugian yang bersifat materiil atau yang dapat bersifat financial itu terjadinya sembunyi – sembunyi.

KERUGIAN YANG MASUK DALAM PERISTIWA PERDATA
                Berbeda dengan kerugian yang masuk dalam ranah (wilayah) pidana, kerugian yang masuk ke dalam ranah hukum perdata adalah kerugian yang hanya bersifat kebendaan (materiil). Kerugian ini didahului atau masih ada kaitanya dengan hal – hal yang telah diperjanjikan atau setidak – tidaknya diketahui atau diperjanjikan sebelumnya, atau kerugian ini akibat dari suatu perikatan atau kesepakatan, yang dapat saja berbentuk kerjasama, yang biasanya berupa perjanjian usaha atau kerjasama dalam suatu bidang usaha yang tidak bertentangan dengan etika, hukum dan peraturan, serta bersifat halal.
                Kerugian ini sebelumnya telah diperkirakan akan terjadi, termasuk solusi atas kerugian itu telah disepakati cara menyelesaikanya, ciri lainya adalah akibat kerugian yang bersifat materiil ini menjadi tanggung jawab para pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuatnya atau diperjanjikan sebelumnya. Kemudian timbul pertanyaan berbentuk perjanjian ini dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis, secara detailnya dapat dilihat dalam KUH-Perdata yang berlaku di Indonesia yakni dalam Pasal 1239 yang berbunyi sebagai berikut ;
“Tiap – tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibanya, mendapatkan penyelesaianya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”

Selanjutnya, apa konsekuensi terhadap aparatur negara bidang penyidikan (pidana), karena kerugian dalam perkara ini telah nyata dan jelas adalah dalam ranah (wilayah) perdata, maka aparatur Negara (penyidik dan jaksa) tidak dapat dibenarkan masuk dalam ranah ini secara formal, apabila memaksakan diri maka peristiwa ini adalah peristiwa penyalahgunaan kewenangan yang dapat berisiko hukum selanjutnya secara personal.

R. Rendi Sudendi, SH

Associate lawyer

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, “Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif”, Jakarta : Sinar Grafika, 2010. 

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online