Dear Pembaca
Sering terdengar dalam keseharian kalimat –
kalimat seperti, laporan atau pengaduan. Memang dalam pemikiran sederhana yang
tidak dilakukan secara kritis bisa terjebak dalam memaknai arti dua kata
ini. Terkadang penulis pun dalam berinteraksi baik dengan seseorang yang
berlatar belakang memahami disiplin ilmu hukum maupun yang tidak mempunyai
latar belakang disiplin ilmu hukum, kerap kali dalam membahas mengenai suatu
dugaan tindak pidana, terucap dua kata tersebut. Dalam memahami konteks
tersebut perlu penulis arahkan untuk membuat satu frekuensi yang sama dalam
memahami makna laporan maupun pengaduan, cuma sebagai panggilan hati dari
seorang praktisi hukum, menurut penulis dalam menyampaikan makna dua kata
tersebut harus dengan logika yang terukur agar tidak menjadi multi tafsir dalam
menyampaikanya.
Dalam
pemahaman umum laporan atau pengaduan adalah, tindakan seseorang untuk
memberitahukan kepada setiap yang lebih berhak akan adanya suatu peristiwa,
dengan pemberitahuan itu diharapkan akan ada tindakan sesuatu terhadap
peristiwa itu.
Secara hukum pidana mengartikan laporan dan
pengaduan dapat dijumpai di Pasal 1 ayat
24 dan 25 Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) ;
Pasal
1 ayat (24) KUHAP
“ laporan adalah pemberitahuan yang
disampaikan oleh seseorang karena atau kewajiban berdasarkan undang – undang kepada
pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi
peristiwa pidana”.
Pasal
1 ayat (25) KUHAP
“pengaduan adalah pemberitahuan
disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang
berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak
pidana aduan yang merugikan”
Dua
istilah diatas sama – sama menyampaikan informasi berdasarkan hak – hak hukum
kepada aparatur Negara yang berwenang. Selanjutnya dalam hal laporan, harapan
dari pemberi informasi (pelapor) tidak disertai dengan sebuah permintaan untuk
dilakukan tindakan hukum secara kuat, tetapi ada nilai – nilai yang sebenarnya
hampir sama, bahwa perkara hukum itu juga harus ada tindakan atau proses
hukumnya. Dalam pengaduan, pengadu mempunyai kekuatan dan hak – hak untuk
mengajukan permintaan secara jelas kepada aparatur Negara penegak hukum agar
ada tindakan hukum atas perkara itu.
Lalu
apa yang harus dilakukan oleh yang menerima laporan atau pengaduan dalam hal
ini aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum harus membuatkan catatan dalam
buku catatan tersendiri atau dalam buku register perkara, kemudian harus diberi
identitas laporan. Identitas laporan itu yaitu dengan cara memberikan penomoran
pada register perkara itu. Penomeran diberikan karena dengan nomor register
perkara itulah, semua identitas dalam perkara itu secara khusus dapat dipahami,
bahwa isi laporanya atau pengaduanya hanya terbatas kepada hal – hal yang ada
dalam register itu saja, atau dengan kata lain semua permasalahan dalam perkara
itu akan terwakilkan dengan identitas penomeran itu, dan dengan peregisteran
atau permohonan itu dapat untuk menghindari adanya kesalahan – kesalahan yang
tidak diperlukan yang berakibat sangat fatal.
Selanjutnya,
ketika proses perkara sedang dalam proses, para pihak tidak boleh menyebutkan
nomor perkara secara salah, misalnya perkara yang sedang diadili adalah perkara
laporan atau pengaduan nomor 14, atau lebih lengkapnya misalnya Laporan Polisi
No. Pol: LP/14/___/K/____, tanggal 23 ___, _____, kemudian dalam pemberkasanya
ada kesalahan penulisan sebagai berikut : Laporan Polisi No. Pol: LP/15/___/K/_____,
tanggal 23 ____, ______, dimana register perkara disebutkan menjadi register
perkara No. 15. Karena masing – masing nomor register perkara tentu mempunyai
permasalahan berbeda – beda, ketika perkara yang diadili ternyata berbeda
dengan nomor register perkara yang sesungguhnya, maka proses hukum akan
terancam tidak bisa jalan sesuai dengan harapan, bahkan tersangka bisa bebas
dari jeratan hukum itu, dan akan beresiko
Ne Bis In Idem (tidak akan bisa dijatuhkan pidana dalam perkara yang sama
walaupun ada laporan atau pengaduan yang diperbaruhi sekali pun), atau tidak
bisa dijatuhkan hukuman karena ada kesalahan yang fundamental. Permasalahan ini
dapat diketahui, hanya dengan kecermatan dan pengalaman saja terutama pada
penasehat hukum, yang sejak awal harus betul – betul cermat meneliti berkas
perkaranya dalam setiap huruf, angka dan kata – kata yang tertuang dalam berkas
perkara.
Kondisi
inilah yang memberikan tantangan kepada penyidik atau pemeriksa untuk cermat,
teliti dan memahami dengan benar poin per poin. Hal ini sangat mungkin terjadi,
apabila benar – benar terjadi dan diketahui pihak lawan, maka kerja keras
penyidik akan sia – sia belaka. Poin inilah yang harus diperhatikan dengan
sungguh – sungguh oleh pihak manapun. Titik kerawanan yang sangat mungkin dan sering
terjadi adalah pada ketidaktelitian mencantumkan nomor laporan polisinya,
selanjutnya kerawanan lainya adalah kesalahan menulis identitas (nama) dan
jenis kelamin. Sepintas penyidik menganggap berkas sudah benar, tetapi
pengecekan ulang sekali lagi sebelum berkas itu dicetak atau di-print sangatlah perlu untuk menghindari
kesalahan kecil tetapi dapat berakibat fatal.
No comments:
Post a Comment