Wednesday, 8 January 2020

MEMAKNAI SECARA SEUTUHNYA ARTI DARI LAPORAN ATAU PENGADUAN SECARA YURIDIS


Dear Pembaca


Sering terdengar dalam keseharian kalimat – kalimat seperti, laporan atau pengaduan. Memang dalam pemikiran sederhana yang tidak dilakukan secara kritis bisa terjebak dalam memaknai arti dua kata ini. Terkadang penulis pun dalam berinteraksi baik dengan seseorang yang berlatar belakang memahami disiplin ilmu hukum maupun yang tidak mempunyai latar belakang disiplin ilmu hukum, kerap kali dalam membahas mengenai suatu dugaan tindak pidana, terucap dua kata tersebut. Dalam memahami konteks tersebut perlu penulis arahkan untuk membuat satu frekuensi yang sama dalam memahami makna laporan maupun pengaduan, cuma sebagai panggilan hati dari seorang praktisi hukum, menurut penulis dalam menyampaikan makna dua kata tersebut harus dengan logika yang terukur agar tidak menjadi multi tafsir dalam menyampaikanya.
                Dalam pemahaman umum laporan atau pengaduan adalah, tindakan seseorang untuk memberitahukan kepada setiap yang lebih berhak akan adanya suatu peristiwa, dengan pemberitahuan itu diharapkan akan ada tindakan sesuatu terhadap peristiwa itu.
Secara hukum pidana mengartikan laporan dan pengaduan dapat dijumpai di Pasal 1 ayat 24 dan 25 Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ;
Pasal 1 ayat (24) KUHAP
laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena atau kewajiban berdasarkan undang – undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana”.
Pasal 1 ayat (25) KUHAP
“pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan”
                Dua istilah diatas sama – sama menyampaikan informasi berdasarkan hak – hak hukum kepada aparatur Negara yang berwenang. Selanjutnya dalam hal laporan, harapan dari pemberi informasi (pelapor) tidak disertai dengan sebuah permintaan untuk dilakukan tindakan hukum secara kuat, tetapi ada nilai – nilai yang sebenarnya hampir sama, bahwa perkara hukum itu juga harus ada tindakan atau proses hukumnya. Dalam pengaduan, pengadu mempunyai kekuatan dan hak – hak untuk mengajukan permintaan secara jelas kepada aparatur Negara penegak hukum agar ada tindakan hukum atas perkara itu.
                Lalu apa yang harus dilakukan oleh yang menerima laporan atau pengaduan dalam hal ini aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum harus membuatkan catatan dalam buku catatan tersendiri atau dalam buku register perkara, kemudian harus diberi identitas laporan. Identitas laporan itu yaitu dengan cara memberikan penomoran pada register perkara itu. Penomeran diberikan karena dengan nomor register perkara itulah, semua identitas dalam perkara itu secara khusus dapat dipahami, bahwa isi laporanya atau pengaduanya hanya terbatas kepada hal – hal yang ada dalam register itu saja, atau dengan kata lain semua permasalahan dalam perkara itu akan terwakilkan dengan identitas penomeran itu, dan dengan peregisteran atau permohonan itu dapat untuk menghindari adanya kesalahan – kesalahan yang tidak diperlukan yang berakibat sangat fatal.
                Selanjutnya, ketika proses perkara sedang dalam proses, para pihak tidak boleh menyebutkan nomor perkara secara salah, misalnya perkara yang sedang diadili adalah perkara laporan atau pengaduan nomor 14, atau lebih lengkapnya misalnya Laporan Polisi No. Pol: LP/14/___/K/____, tanggal 23 ___, _____, kemudian dalam pemberkasanya ada kesalahan penulisan sebagai berikut : Laporan Polisi No. Pol: LP/15/___/K/_____, tanggal 23 ____, ______, dimana register perkara disebutkan menjadi register perkara No. 15. Karena masing – masing nomor register perkara tentu mempunyai permasalahan berbeda – beda, ketika perkara yang diadili ternyata berbeda dengan nomor register perkara yang sesungguhnya, maka proses hukum akan terancam tidak bisa jalan sesuai dengan harapan, bahkan tersangka bisa bebas dari jeratan hukum itu, dan akan beresiko Ne Bis In Idem (tidak akan bisa dijatuhkan pidana dalam perkara yang sama walaupun ada laporan atau pengaduan yang diperbaruhi sekali pun), atau tidak bisa dijatuhkan hukuman karena ada kesalahan yang fundamental. Permasalahan ini dapat diketahui, hanya dengan kecermatan dan pengalaman saja terutama pada penasehat hukum, yang sejak awal harus betul – betul cermat meneliti berkas perkaranya dalam setiap huruf, angka dan kata – kata yang tertuang dalam berkas perkara.
                Kondisi inilah yang memberikan tantangan kepada penyidik atau pemeriksa untuk cermat, teliti dan memahami dengan benar poin per poin. Hal ini sangat mungkin terjadi, apabila benar – benar terjadi dan diketahui pihak lawan, maka kerja keras penyidik akan sia – sia belaka. Poin inilah yang harus diperhatikan dengan sungguh – sungguh oleh pihak manapun. Titik kerawanan yang sangat mungkin dan sering terjadi adalah pada ketidaktelitian mencantumkan nomor laporan polisinya, selanjutnya kerawanan lainya adalah kesalahan menulis identitas (nama) dan jenis kelamin. Sepintas penyidik menganggap berkas sudah benar, tetapi pengecekan ulang sekali lagi sebelum berkas itu dicetak atau di-print sangatlah perlu untuk menghindari kesalahan kecil tetapi dapat berakibat fatal.

R. Rendi Sudendi, SH

Associate lawyer
PUSTAKA
UNDANG - UNDANG
Indonesia, Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
BUKU
Hartono, “Penyidikan &  Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif ”, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online