Dear Pembaca
Tanpa tersadari dalam kehidupan bersosial
serta bermasyarakat, lalu lintas dalam bisnis dan melakukan transaksi yang
dilakukan oleh para pengusaha baik yang dilakukan di dalam suatu negara maupun
yang dilakukan antar negara. Kegiatan bisnis ini tentunya diharapkan akan
mendatangkan keuntungan para pihak sesuai dengan kesepakatan. Dalam hukum
perdata, kesepakatan yang telah disetujui para pihak tentunya akan mengikat
sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH – Per). Sebagai
konstruksi pemikiran dalam hal menyoroti peristiwa hukum diatas penulis akan
memberikan suatu pandangan yang akan dicoba untuk di analisa dan dibalut dengan
perspektif yuridis. Perkara pembuatan suatu kontrak kesepakatan kerja sama,
menurut pengalaman penulis sebagai praktisi hukum, harus ditelisik terlebih
dahulu mengenai anatomi suatu kontrak.
Jika sudah memahami anatomi kontrak
barulah pemahaman dalam kontrak kesepakatan kerja di mengerti. Setiap akta
perjanjian / kontrak, baik yang dibuat di bawah tangan maupun akta otentik
biasanya terdiri dari bagian – bagianya yang sebagai berikut ;
1. Judul ;
2. Kepala ;
3. Komparisi ;
4. Sebab / dasar ;
5. Syarat – syarat ;
6 Penutup ; dan
7. Tanda tangan.
Setelah menguraikan beberapa bagian –
bagian kotrak yang disebut diatas, barulah di kombinasikan dengan perjanjian
apa yang ingin dibuat oleh para pihak. Jika kontrak yang dimuat bermuara kepada
suatu konflik / benturan, maka segera selesaikan dengan upaya penyelesaian
kontrak yakni seperti;
A.
LITIGASI (JALUR PENGADILAN)
Dalam
transaksi bisnis atau hubungan kontrak dibuat secara hitam diatas putih yang
terjadi diantara para pihak, itu sudah termasuk hubungan hukum serta peristiwa
hukum dalam ikatan hukum perdata. Oleh karena itu apabila terjadi sengketa dari
sebuah kontrak (breach of contract), akan diselesaikan secara perdata. Penyelesaian
kasus ini tentunya harus didahului dengan adanya surat gugatan ke Pengadilan di
wilayah hukum tergugat berada. Proses di pengadilan ini pada umumnya akan
diselesaikan melalui usaha perdamaian oleh Hakim Pengadilan Perdata. Kalau hal
ini bisa dicapai, maka akibatnya gugatan akan dicabut oleh penggugat dengan
atau tanpa persetujuan tergugat.
B.
JALUR ARBITRASE
Alternatif
lain yang biasanya dan sering dilakukan oleh kalangan pengusaha untuk
menyelesaikan sengketa yangterjadi saat ini adalah melalui Lembaga Arbitrase.
Sebab penyelesaian melalui lembaga arbitrase ini mempuyai karakteristik sendiri
yang bagi dunia usaha sangat dibutuhkan keberadaanya. Lembaga arbitrase tidak
lain merupakan suatu jalur musyawarah yang melibatkan pihak ketiga sebagai
wasitnya. Dengan perkataan lain, arbitrase adalah suatu cara penyelesaian
perselisihan dengan bantuan pihak ketiga, bukan Hakim, walaupun dalam
pelaksanaan putusan harus dengan bantuan Hakim.
Sejak
tahun 1999 indonesia telah mempunyai undang- undang sebagai landasan hukum
penggunaan lembaga arbitrase yaitu Undang
– Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang mulai berlaku sejak tanggal 12
Agustus 1999. Undang – Undang ini sebagai pengganti Pasal 615 sampai Pasal 651 Reglement Acara Perdata (Reglementof de Rechtsvoerdering, staatsblad 1847 52). Undang –
undang tersebut mengatur mengenai penyelesaian suatu sengketa antar para pihak
dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase
yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang
timbul atau mungkin yang akan timbul dari hubungan hukum akan diselesaikan
dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
Terhadap
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, maka tidak ada lagi
kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili sengketa yang timbul dari para
pihak tersebut. Apakah setiap sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui
jalur arbitrase, jawabnya tentu tidak. Sebab seperti yang sudah diuraikan
diatas bahwa hanya sengketa dalam dunia bisnis saja yang termasuk dalam ruang
lingkup penyelesaian oleh arbitrase seperti masalah ;
1. Perdagangan ;
2. Perindustrian ;
3. Keuangan ;
4. Warisan ;
5. Pengangkatan anak ;
6. Perumahan ;
7. Perburuhan ; dan
8. Lain – lain tidak dapat diselesaikan
oleh Lembaga Arbitrase.
No comments:
Post a Comment