Saturday, 25 January 2020

PERSPEKTIF YURIDIS TERKAIT HUKUM PERTUNANGAN


Dear Pembaca


Detik tidak pernah berjalan mundur, tetapi pagi selalu menawarkan hal yang baru. Sebelum penulis mengurakaikan secara yuridis terkait tema diatas perkenankan penulis menguraikan definisi keindahan terhadap cinta. Penulis punya pandangan apabila kalian mencintai, janganlah berkata “Tuhan ada di dalam hatiku”, tapi sebaliknya kalian merasa “Aku berada didalam Tuhan”. Dan juga jangan kalian mengira bahwa kalian dapat menentukan arah cinta, karena cinta apabila telah menjatuhkan pilihan pada kalian, dialah yang menentukan perjalanan hidup kalian. Cinta tidak mempunyai hasrat selain mewujudkan maknanya sendiri. Namun jika kalian mencintai disertai berbagai hasrat, maka wujudkanlah demikian : meluluhkan diri, mengalir bagaikan anak sungai, yang menyanyikan lagi persembahan malam, mengenali kepedihaan kemesraan yang terlalu dalam. Merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta dan meneteskan darah dengan suka rela.
                Tuhan menganugrahi cinta disetiap insan yang hidup serta menciptakan manusia untuk saling mengasihi lawan jenisnya. Jika keseriusan dalam hubungan yang dikiranya akan bermuara kepada keyakinan untuk menciptakan suatu keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimulai dengan suatu pertunangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna dari pertunangan itu sendiri.
                Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan pertunangan yakni perbuatan (hal dan sebagainya) bertunangan atau menunangkan. Perlu dipahami, bahwa pertunangan merupakan salah satu proses hubungan antara seorang pria dan wanita yang akan mengikatkan diri untuk membentuk rumah tangga. Tetapi pertunangan itu tidak diatur dalam UU Perkawinan. Jadi, dalam hal ini pertunangan hanya kebiasaan masyarakat saja.
                Pertunangan hanya mempunyai konsekuensi moral dan sopan santun, maupun adat istiadat dari masing – masing pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan. Tidak ada perlindungan hukum dalam tali pertunangan. Pertunangan bisa berlanjut atau putus begitu saja tanpa suatu proses hukum.
                Penulis akan memberikan simulasi percintaan yang dibalut dengan aspek yuridis.  A seorang gadis berusia dua puluh dua tahun, dan telah bertunangan dengan B seorang Pria yang berusia dua puluh enam tahun. Karena A yakin akan cinta B, ia pun yakin terhadap tunanganya itu. Akan tetapi, ternyata A mengetahui bahwa B telah menjalin cinta dengan gadis lain. A sedih, karena tunanganya itu telah mengingkari cintanya. Bahkan B berencana menikah dengan pacar barunya itu. Disini A tidak dapat melakukan upaya hukum menuntut pembatalan perkawinan B dengan pacar barunya. Sebab UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya pada Pasal 23 menegaskan antara lain yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah suami dan istri. Sedangkan A belum menjadi istri B dan UU Perkawinan tidak mengatur terkait pertunangan, dan pertunangan hanya bersifat kebiasaan masyarakat saja yang konsekuensinya hanya moral serta sopan santun, maupun adat istiadat dari masing – masing pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

Pustaka
Kahlil Gibran, “Trilogi Hikmah Abadi”, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 1999.
Wawan Tunggul Alam, “Kasus – kasus Hukum Dalam Kehidupan Sehari – hari Hukum Bicara Masalah Keluarga, Perdata, Pidana, Hukum Pidana dan Hukum Perdata”, Indocamp : Jakarta, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 22 Januari 2020, Pukul 22:30 WIB.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online