Dear Pembaca
Detik
tidak pernah berjalan mundur, tetapi pagi selalu menawarkan hal yang baru.
Sebelum penulis mengurakaikan secara yuridis terkait tema diatas perkenankan
penulis menguraikan definisi keindahan terhadap cinta. Penulis punya pandangan
apabila kalian mencintai, janganlah berkata “Tuhan ada di dalam hatiku”,
tapi sebaliknya kalian merasa “Aku berada didalam Tuhan”. Dan juga
jangan kalian mengira bahwa kalian dapat menentukan arah cinta, karena cinta apabila
telah menjatuhkan pilihan pada kalian, dialah yang menentukan perjalanan hidup
kalian. Cinta tidak mempunyai hasrat
selain mewujudkan maknanya sendiri. Namun jika kalian mencintai disertai berbagai
hasrat, maka wujudkanlah demikian : meluluhkan diri, mengalir bagaikan anak
sungai, yang menyanyikan lagi persembahan malam, mengenali kepedihaan kemesraan
yang terlalu dalam. Merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta
dan meneteskan darah dengan suka rela.
Tuhan menganugrahi cinta
disetiap insan yang hidup serta menciptakan manusia untuk saling mengasihi lawan
jenisnya. Jika keseriusan dalam hubungan yang dikiranya akan bermuara kepada
keyakinan untuk menciptakan suatu keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang
dimulai dengan suatu pertunangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna dari
pertunangan itu sendiri.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan pertunangan
yakni perbuatan (hal dan sebagainya) bertunangan atau menunangkan. Perlu
dipahami, bahwa pertunangan merupakan salah satu proses hubungan antara seorang
pria dan wanita yang akan mengikatkan diri untuk membentuk rumah tangga. Tetapi
pertunangan itu tidak diatur dalam UU
Perkawinan. Jadi, dalam hal ini pertunangan hanya kebiasaan masyarakat
saja.
Pertunangan hanya mempunyai
konsekuensi moral dan sopan santun, maupun adat istiadat dari masing – masing
pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan. Tidak ada perlindungan
hukum dalam tali pertunangan. Pertunangan bisa berlanjut atau putus begitu saja
tanpa suatu proses hukum.
Penulis akan memberikan simulasi
percintaan yang dibalut dengan aspek yuridis. A
seorang gadis berusia dua puluh dua tahun, dan telah bertunangan dengan B seorang Pria yang berusia dua puluh enam
tahun. Karena A yakin akan cinta B, ia pun yakin terhadap tunanganya
itu. Akan tetapi, ternyata A
mengetahui bahwa B telah menjalin cinta
dengan gadis lain. A sedih, karena
tunanganya itu telah mengingkari cintanya. Bahkan B berencana menikah dengan pacar barunya itu. Disini A tidak dapat melakukan upaya hukum
menuntut pembatalan perkawinan B
dengan pacar barunya. Sebab UU No 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya pada Pasal 23 menegaskan antara lain yang dapat mengajukan pembatalan
perkawinan adalah suami dan istri. Sedangkan A belum menjadi istri B dan
UU Perkawinan tidak mengatur terkait
pertunangan, dan pertunangan hanya bersifat kebiasaan masyarakat saja yang
konsekuensinya hanya moral serta sopan santun, maupun adat istiadat dari masing
– masing pihak yang akan mengikatkan diri dalam tali perkawinan.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer
Pustaka
Kahlil Gibran, “Trilogi Hikmah Abadi”, Pustaka Pelajar
: Yogyakarta, 1999.
Wawan Tunggul Alam, “Kasus – kasus Hukum Dalam Kehidupan Sehari
– hari Hukum Bicara Masalah Keluarga, Perdata, Pidana, Hukum Pidana dan Hukum
Perdata”, Indocamp : Jakarta, 2008.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 22 Januari 2020, Pukul 22:30
WIB.
No comments:
Post a Comment