Dear Pembaca
LEGAL
OPINON
Legal opinion ini dibuat dengan maksud untuk menambah pengetahuan
serta wawasan terhadap pembaca, baik yang berlatar belakang ilmu hukum maupun
masyarakat pada umumnya. Dalam pembuatan legal
opinion ini pun penulis menemukan beberapa hambatan, akan tetapi karena di
dukung oleh peraturan perundang – undangan, literatur – literatur hukum,
artikel dan sumbangsih pemikiran – pemikiran dari beberapa praktisi hukum, maka
penulis bisa menyelesaikan Pendapat Hukum (legal
opinion) ini.
Penulis pun menerima saran maupun kritik yang
diberikan terhadap legal opinion ini
guna menjadi intropeksi serta parameter dalam berfikir dan menjadi lebih baik lagi
di kemudian hari dalam bidang hukum, tepatnya untuk menjadi professional Profesi sebagai Advokat /
Konsultan Hukum. Demikian disampaikan. Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemerdekaan yang telah diperjuangkan dan diraih oleh
bangsa Indonesia dengan banyak pengorbanan dan diwarnai dengan penderitaan
dalam kurun waktu yang sangat panjang telah melahirkan bangsa dan Negara
Indonesia yang berdaulat. Negara tersebut adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dibentuk menjadi Negara yang berdasarkan Hukum (rechtstaat), yang ditandai sistem
Pemerintahan yang berdasarkan Konstitusi ( Hukum Dasar).
Undang – Undang Dasar 1945 melalui
Pembukaan Alinea ke Empat mengamanatkan
kepada Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban
Dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari amanat tersebut diatas menunjukan secara jelas sumber idealis dan arah
aktivitas Pemerintah yang harus protek terhadap keutuhan bangsa dan Negara
serta perduli terhadap peningkatan kualitas kehidupan segenap warga
masyarakatnya.
Anak
sebagai generasi penerus bangsa yang secara alami masih sangat rawan untuk
berbagai hambatan dan tantangan dalam kehidupanya tentunya mendapat tempat yang
paling penting untuk mendapat protek atau perlindungan oleh Pemerintah,
terutama dalam proses pertumbuhanya dan menjadikanya manusia dewasa yang
tangguh, dan terandalkan untuk menjadi komponen bangsa Indonesia mendatang.
Jika
ada ungkapan bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga tentunya
ungkapan tersebut bukanlah ungkapan tanpa makna. Pada waktu dilahirkan anak
memberikan kepercayaan sepenuhnya pada kedua orang tua untuk mengasuhnya. Anak
tidak pernah berprasangka bahwa orang tua merekalah yang justru menghancurkan
hidup mereka. Demikian juga harapan setiap anak terhadap orang dewasa yang ada
disekitarnya. Mereka percaya sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun yang akan
menyakiti dirinya.
Dalam
Pasal 28 Undang – Undang Dasar disebutkan
bahwa Negara menjamin setiap anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal ini
mempunyai korelasi dengan Pasal 28 G yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaan, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
Di
dalam Hukum Islam diatur mengenai harta kekayaan, tentang pemberian harta
seseorang kepada orang lain baik itu masalah warisan, hibah, maupun wasiat.
Dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama menegaskan bahwa mereka yang beragama Islam dalam membagikan hartanya
haruslah tunduk pada Hukum Islam.
Dari kenyataan diatas hibah dapat dikatakan sebagai sarana untuk memupuk tali
ikatan pergaulan atau persaudaraan sesama umat manusia. Hibah memiliki fungsi
sosial, yaitu mempererat tali silaturahmi yang dapat diberikan kepada siapa
saja tanpa memandang ras, agama, kulit dan lain – lain. Hibah ini dapat
dijadikan sebagai solusi dalam permasalahan warisan. Hibah merupakan suatu
pemberian secara cuma – cuma ataupun suatu bentuk hadiah kepada seseorang.
Pemberian hibah dilaksanakan agar masalah – masalah pewaris tanah dapat
diselesaikan melalui hibah, tapi kenyataan hibah bukan merupakan solusi yang
tepat terhadap permasalahan – permasalahan tanah.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas, berikut ini dijelaskan secara rinci dan ditarik beberapa
identifikasi masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam menguraikan legal opinion ini :
1. Apa pengertian perlindungan hukum?
2. Apa pengertian
dari hibah?
3. Bagaimana prosedur hibah tanah dan bangunan
kepada anak di dalam keluarga?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGERTIAN
PERLINDUNGAN HUKUM
Perlindungan hukum adalah segala
upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada
saksi dan atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari
perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti
melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis dan bantuan hukum.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat
baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan
maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum
sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki
konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Pengertian diatas mengundang
beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari
perlindungan hukum diantaranya;
1. Satjipto Raharjo
Mendefinisikan
perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar
mereka dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum.
2. Philipus M. Hadjon
Berpendapat
bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak- hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan.
3. Setiono
Berpendapat
bahwa perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat
dari perbuatan sewenang – wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan
hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia
untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.
4. Muchsin
Berpendapat
bahwa perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai – nilai atau kaidah – kaidah yang menjelma dalam
sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup
antar sesama manusia.
Prinsip
perlindungan hukum terhadap tindakan Pemerintah bertumpu dan bersumber dari
konsep tentang pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi manusia karena
menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan –
pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan Pemerintah.
Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia menekankan hak
eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya
sebagai individu, hak tersebut berada diatas negara dan diatas semua organisasi
politik dan bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat. Karena konsep
ini, maka sering kali dilontarkan kritik bahwa konsep barat tentang hak – hak
asasi manusia adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak
– hak soial dan hak – hak ekonomi serta hak cultural,
terdapat kecenderungan mulai melunturnya sifat individualistic dari konsep barat.
Dalam
merumuskan prinsip – prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasanya adalah
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah Negara. Konsepsi perlindungan hukum
bagi rakyat di barat bersumber pada konsep – konsep Rechstaat dan “ Rule of Law”.
Dengan menggunakan konsepsi barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan
pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip
pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber
pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu
dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak
asasi manusia karena menurut sejarahnya di barat, lahirnya konsep – konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan
kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan
Pemerintah.
B. PENGERTIAN DARI
HIBAH
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hibah adalah pemberian (sukarela) dengan
mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Indonesia
mempunyai berbagai macam suku, budaya dan agama. Dan Indonesia merupakan Negara
hukum yang menggunakan dasar hukum Islam dan hukum positif. Ada juga hukum adat
akan tetapi yang menjadi acuan dasar hukum yang paling utama adalah hukum Islam
dan hukum positif.
Menurut
hukum Islam, hibah memiliki berbagai definisi yang berbeda – beda. Hal tersebut
dikarenakan perbedaan pendapat antara orang – orang ahli agama dan ahli hukum
Islam. Sedangkan kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba artinya
memberi.
Dan jika subyeknya Allah berarti memberi karunia, atau menganugrahi ( Q.S. Ali
Imran, 3:8, Maryam 19:5, 49, 50, 53 ). Dalam pengertian istilah, hibah adalah
pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (Aqad) tanpa mengaharap imbalan yang
telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup.
Pengertian hibah dalam Ensiklopedia Hukum Islam adalah pemberian yang dilakukan
secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan
balasan apapun.
Di
dalam syara, hibah berarti akad yang
pokok persoalan pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia
hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang
lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepada hak pemilikan, maka hal
itu disebut I’aarah ( pinjaman ). Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf
g, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
Dapat diketahui lebih jelas bahwa definisi dan pengertian hibah dalam hukum
perdata adalah suatu benda yang diberikan secara cuma – cuma tanpa mengharapkan
imbalan, dan hal tersebut dilakukan ketika penghibah dan penerima hibah masih
hidup. Menurut kamus ilmiah Internasional hibah adalah pemberian, sedekah dan
pemindahan hak
Dasar
hukum hibah menurut hukum positif diatur dalam Pasal 1667 Kitab Undang – Undang Hukum perdata “ Hibah hanyalah dapat mengenai benda – benda yang sudah ada, jika ada
itu meliputi benda – benda ynag baru akan dikemudian hari, maka sekedar
mengenai itu hibahnya adalah batal”. Berdasarkan ketentuan tersebut,
maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan
ada dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi
mengenai barang yang kedua adalah tidak sah. Pasal 1668 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menjelaskan “ si
penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau
memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini
sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.
Janji
yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau
memberikan kepada orang lain, berarti hak milik atas barang tersebut, tetap ada
padanya karena hanya seorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan
barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan
sifat hakekat penghibahan. Sudah jelas, bahwa perjanjian seperti ini membuat
penghibahan batal, yang terjadi sebenarnya adalah hanya sesuatu pemberian
nikmat hasil.
Pasal 1669 Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata menjelaskan
“
adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap
memiki kenikmatan atau nikmat hasil benda – benda yang dihibahkan, baik benda –
benda bergerak maupun benda – benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat
memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal
mana harus diperhatikan ketentuan – ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua
kitab undang – undang ini”.
Bab kesepuluh dari buku kedua Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, yang
dimaksud itu adalah bab yang mengatur Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil.
Sekedar ketentuan – ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.
Dalam Pasal 36 ayat (2) Undang – Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjelaskan “harta bawaan dari masing –
masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing – masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain”
C. PROSEDUR HIBAH
TANAH DAN BANGUNAN KEPADA ANAK DI DALAM KELUARGA.
Berikut di jelaskan mengenai Syarat, Tata Cara dan
Akta Hibah yang disesuaikan dengan aturan yang berada di Indonesia :
1. Pasal
1677 KUH-per disebutkan “semua orang boleh memberikan dan menerima
hibah kecuali mereka yang oleh undang – undang dinyatakan tidak mampu untuk
itu. Anak – anak dibawah umur juga tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali
dalam hal yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu KUH-per”;
2. Pasal
1682 KUH-per disebutkan “ suatu hibah harus dilakukan dengan suatu
akta notaris yang aslinya disimpan oleh notaris”;
3. Pasal
1683 KUH-Per disebutkan “suatu hibah mengikat si penghibah atau
menerbitkan suatu akibat mulai dari penghibahan dengan kata – kata yang tegas
yang diterima oleh si penerima hibah”;
4. Pasal
1685 KUH-per disebutkan “penghibahan kepada orang yang belum dewasa
yang berada dibawah kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang
melakukan kekuasaan orang tua. Hibah kepada anak – anak dibawah umur yang masih
dibawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus
diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan
Negeri.
Sebelum
lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah, bagi mereka yang tunduk kepada
KUH-per, akta hibah harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris sebagaimana
yang disebutkan diatas. Namun setelah lahirnya PP 24/1997, setiap pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 37 ayat(1) PP 24/1997 yakni
peralihan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual – beli tukar,
tukar – menukar, hibah pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan
hak lainya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan
peraturan perundang – perundangan yang berlaku.
Pasal 38 ayat (1)
PP 24/1997
menjelaskan pembuatan akta hibah ini dihadiri oleh para pihak yang melakukan
perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang – kurangnya 2
(dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam
perbuatan hukum itu. Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa hibah
tanah tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh PPAT, yakni
berupa akta hibah. Jadi, bila seorang ayah ingin menghibahkan tanah serta
bangunanya kepada anak kandungnya, hibah itu wajib dibuatkan akta hibah oleh PPAT.
Selain itu, perbuatan penghibahan itu dihadiri oleh sekurang – kurangnya dua
saksi. Selanjutnya, Pasal 38 ayat (1) PP
24/1997 menjelaskan selambat – lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal ditanda tanganinya akta yang dibuatnya berikut dokumen- dokumen
yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai pemberitahuan tertulis mengenai
telah disampaikanya akata ke Kantor Pertanahan kepada para pihak yang
bersangkutan.
Mengenai
bentuk, isi dan cara pembuatan akta hibah terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1977 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan
uraian peraturan diatas dapat diasumsikan sebagai cara prosedur hibah tanah dan bangunan kepada anak di dalam
keluarga.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. ANALISA KASUS
Dalam pembahasan pada bab ini, perkenankan penulis
meminta maaf terlebih dahulu karena tidak meneliti kasus dari putusan
pengadilan, mengingat terlalu memakan banyak halaman dan di khawatirkan untuk
pembaca di luar bidang hukum akan mengalami kebimbangan dalam kepahaman. Oleh
sebab itu penulis meneliti secara logis dalam peristiwa sehari – hari yang
kerap terjadi di masyarakat mengenai hibah.
Berikut
akan diuraikan beberapa contoh kasus yang sering terjadi dalam kehidupan
masyarakat mengenai pembagian hibah ;
1. A akan memberikan rumahnya kepada B, jika B
membantu pekerjaan A
Pemberian
atau hibah semacam ini menurut Hukum Islam batal. Demikian juga, dengan hibah
yang tergantung pada suatu kejadian, yaitu pemberian yang hanya akan terjadi
apabila hal – hal yang telah ditetapkan terlebih dahulu betul – betul terjadi.
2. Jika A meninggal dunia, rumah A menjadi milik
B
Dalam
hal ini jadi atau tidaknya rumah A itu dimiliki oleh B sangat tergantung pada
suatu kejadian di masa datang yangt tidak pasti, sebab disini belumlah dapat
dipastikan bahwa pihak yang diberi akan berusia lebih panjang dari pihak yang
memberi, sehingga hibah semacam ini batal.
Hibah
kepada seorang anak, perlu diketahui juga bahwa ada pengaturan lain dalam
KUH-per mengenai hibah kepada anak. Berdasarkan Pasal 1086 Kuh-per menjelaskan “tanpa mengurangi kewajiban semua ahli waris
untuk membayar kepada sesama ahli waris atau memperhitungkan dengan mereka
segala utang mereka kepada harta peninggalan, semua hibah yang telah mereka
terima dari pewaris semasa hidupnya harus dimasukan ;
1. oleh para ahli waris dalam garis kebawah,
baik yang sah maupun yang diluar kawin, baik yang menerima warisan secara murni
maupun yang menerima dengan hak utama untuk mengadakan perincian, baik yang
mendapat hak atas bagian menurut undang – undang maupun yang mendapat lebih
dari itu, kecuali jika hibah – hibah itu diberikan dengan pembebasan secara tegas
dari pemasukan, atau jika penerima hibah itu dengan akta otentik atau surat
wasiat dibebaskan dari kewajiban pemasukan.
2. oleh para ahli waris lain, baik yang karena
kematian maupun yang dengan surat wasiat, tetapi hanya dalam hal pewaris atau
penghibah dengan tegas memerintahkan atau mensyaratkan pemasukan itu.
Melihat pada ketentuan diatas, ini berarti hibah
yang diberikan kepada ahli waris garis kebawah sebelum pewaris meninggal dunia,
harus dimasukan kembali ke dalam harta peninggalan kecuali si ahli waris
dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Selain
itu, ahli waris lain juga harus memasukan kembali hibah kedalam perhitungan
harta peninggalan pewaris jika mereka memang
disyaratkan untuk melakukan pemasukan hibah tersebut. Akan tetapi, terkadang
apa yang menjadi bagian dari si ahli waris lebih kecil daripada yang telah
dihibahkan oleh pewaris kepadanya. Dalam hal demikian, KUH-per mengatur bahwa
ahli waris hanya harus memasukan sebesar bagian yang diterimanya jika ia
menjadi ahli waris (Pasal 1088 KUH-per).
Perlu diingat bahwa, pemasukan tidak perlu dilakukan jika ahli waris tersebut
menolak harta warisan pewaris (Pasal
1087 KUH-per).
B. PENDAPAT HUKUM ( LEGAL OPINION )
Kehadiran seorang anak dalam
keluarga memberikan sebuah arti sebagai tempat mencurahkan kasih sayang,
sebagai penerus garis keturunan dan dapat menunjang kepentingan dunia dan
akhirat bagi kedua orang tuanya. Begitu pentingnya anak bagi orang tua sehingga
seorang anak sering mendapatkan tempat yang istimewa bagi orang tua dan orang
tua tersebut tidak segan – segan untuk menghibahkan harta kekayaanya.
Hibah
itu adalah pemberian seseorang yang hidup dengan tiada perjanjian untuk
mendapatkan balasan yang baik. Dalam Kitab Mukhtasarul Ahkamil Fiqhiyyah
dijelaskan bahwa pengertian hibah itu adalah suatu sedekah atau derma dari
seseorang ( yang baliq/dewasa ) dari suatu harta yang dimilikinya. Dalam
Ensiklopedia Islam diterangkan bahwa hibah artinya berembusnya atau berlalunya
angin. Menurut bahasa berarti suatu pemberian terhadap orang lain, yang
sebelumnya orang lain tidak punya hak terhadap benda tersebut. Hibah dalam
pengertian tersebut bersifat umum, baik untuk yang bersifat materi maupun untuk
yang bersifat non materi. Para Fukuha ( ahli fiqih ) mendefinisikanya sebagai
akad yang mengandung penyerahan hak milik seseorang kepada orang lain semasa
hidupnya tanpa ganti rugi.
Hukum
Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghibahkan sebagian atau
seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain. Pemberian
semasa hidup itu lazim dikenal dengan sebutan hibah. Di dalam hukum Islam
jumlah harta seseorang yang dapat dihibahkan itu tidak terbatas. Berbeda halnya
dengan pemberian seseorang melalui surat wasiat yang terbatas pada sepertiga
dari harta peninggalan yang bersih. Kompilasi
Hukum Islam (KHI) menentukan bahwa hibah hanya dapat diberikan oleh orang
tua yang telah dewasa dan harta yang telah dihibahkan merupakan hak dari
penghibah yang dibatasi sebanyak – banyaknya sepertiga (1/3) dari harta benda
si penghibah.
Kemudian
dalam Pasal 211 KHI dinyatakan hibah
dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pasal 212 KHI ditentukan hibah tersebut tidak dapat ditarik
kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya masih dapat ditarik kembali
orang tua sebagai pemberi harta tersebut[.
Pada dasarnya hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali dalam hal – hal berikut
ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 1688
KUH-per yang menjelaskan;
1. Tidak dipenuhinya syarat – syarat dengan mana
penghibahan dilakukan;
2. Jika si penerima hibah telah bersalah
melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si
penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
3. Jika si penerima hibah menolak memberikan
tunjangan nafkah kepada si pemberi hibah, setelah pemberi hibah jatuh miskin.
Akan tetapi perlu diingat bahwa ada kemungkinan juga
hibah dapat ditarik kembali dalam hal si pemberi hibah telah meninggal dunia
dan warisanya tidak cukup untuk memenuhi bagian mutlak (legitime portie) yang seharusnya didapat oleh para ahli warisnya (Pasal 924 KUH-per). Ini berarti hibah
secara umum dapat ditarik kembali jika bagian mutlak para ahli waris tidak terpenuhi.
Ada
beberapa Yuriprudensi yang mengatur
mengenai hibah, yang akan diuraikan sebagai berikut ;
1. Putusan No. 27 K/AG/2002 tanggal 26 Februari
2004
Himpunan
Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam bidang perdata Agama MARI,
2009, hal, 765.
2. Keputusan
Mahkamah Agung No. 225 K/Sip/1960 tanggal 23 Agustus 1960
Yang
menyatakan bahwa hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris. Pemberian hibah
tidak boleh mengakibatkan ahli waris menjadi tidak berhak atas harta
peninggalan si pewaris. 426 K/Sip/1963 Hibah
dilarang apabila mengakibatkan hilangnya hak waris dari anak sah pewaris
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 400
K/Sip/1975. Hlm 98 – 105
Barang
gono – gini harus jatuh kepada anak kandung bukan kepada anak gawan, oleh
karena itu hibah tanpa sepengetahuan yang berkepentingan patut dibatalkan.
4. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 391
K/Sip/1969 hlm 289
Penghibahan
yang dilakukan oleh almarhum kepada ahli waris – ahli warisnya dengan merugikan
ahli waris lainya (karena dengan penghibahan itu ahli waris lainya tidak
mendapat bagian ) dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan, karena
bertentangan dengan perikeadilan dan Hukum Adat yang berlaku di daerah Priangan.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hibah merupakan bentuk pemberian
seseorang kepada orang lain ketika masih dalam keadaan sehat. Halnya pemberian
seorang ayah kepada anak, ada menganggapnya sama seperti pemberian kepada orang
lain, sehingga masih dapat dianggap sebagai hibah murni ada pula yang
menganggap itu tidak lain makna lain dari pembagian warisan. Dengan kata lain
menurut asumsi ini dianggap pembagian warisan dipercepat.
Perbedaan cara pandang tersebut
menimbulkan beberapa konsekuensi. Bagi yang melihat bahwa itu adalah hibah,
maka otoritas pemberi lebih dominan dan menentukan. Hanya saja, agama
menganjurkan pemberian kepada anak sebaiknya disamakan kecuali ada pertimbangan
– pertimbangan lain. Bagi yang berpendapat bahwa itu adalah bentuk lain dari
pembagian warisan, maka pemberian tersebut harus mengikuti bagian – bagian yang
telah ditentukan dalam ilmu Faraidh.
Terkait dengan hibah kepada anak
perempuan, Islam memberikan porsi yang sama dengan anak laki – laki. Agama
melarang untuk melebihkan sebagian anak tanpa sebagian yang lain, karena hal
itu menyebabkan pada psikologi perlakuan anak kepada orang tuanya dan efek
lainya yang muncul akibat perbuatan tersebut.
B. SARAN
Hendaknya para penegak hukum memberikan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai syarat – syarat sahnya hibah menurut hukum perdata
maupun hukum Islam serta memberikan pengetahuan tentang permasalahan –
permasalahan hibah yang ada dengan tujuan menghindari munculnya suatu sengketa
hibah di masa yang akan datang serta memberikan sosialisasi terhadap hukum yang
berlaku untuk memperoleh perlindungan hukum yang pasti. Untuk masyarakat, agar
dalam menghibahkan hartanya perlu dipahami ketentuan – ketentuan yang harus
dipenuhi dalam menghibahkan hartanya agar tidak menimbulkan permasalahan hukum
dikemudian hari.
R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer
Pustaka
A. UNDANG – UNDANG
Republik
Indonesia, Undang – Undang 1945, Pasal 28 B juncto
Pasal 28 G
Republik Indonesia, Undang – Undang 1945, Pembukaan
Alinea ke Empat.
Subekti. R & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta
: PT. Balai Pustaka Persero, 2014.
Undang
– Undang No. Tahun 1974 tentang Perkawinan.
B.
BUKU
Budiono, Kamus
Ilmiah Popular Internasional, Surabaya: Alumni, 2005.
Dahlan Abdul Aziz, et.al, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 1996.
Hadjon Philipus M., Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya : PT. Bina Ilmu,
1987.
Munawir A. W.,, Kamus
Al - Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.
Rasyid Roihan A., Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991.
Rofiq Ahmad, Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.
Soekamto Soerjono, Pengertian Penelitian Hukum, Jakarta : Ui Press, 1984).
Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2007.
Zainudin, Pelaksanaan
Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
C. LAIN – LAIN
Dede Ibin, “
Hibah, Fungsi dan Kolerasi Dengan Kewarisan”, http://dedeibin.yahoo.com, Di Akses Tanggal 12 Oktober 2019.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kantor Hukum Kalingga “ Hibah dan wasiat”, http://kantorhukumkalingga.blogspot.com, Di Akses Tanggal 13 Oktober 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa”,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, di akses pada
tanggal 12 Oktober 2019, Pukul 15:00
WIB.
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, Surakarta:
Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjasa, Universitas Sebelas Maret, 2003.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah
Ray Pratama, “
Teori Perlindungan Hukum”,
http://raypratama.blogspot.co.id, Di Akses Tanggal 12 Oktober 2019.
Setiono, Rule of Law ( Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjasa, Universitas Sebelas Maret, 2003.
Syamsudin Al Muqdasiy, Funsi Hibah Dalam Memberikan Kepentingan Anak Pada Pembagian Harta
Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat, Sumatra Utara : Tesis Program Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
No comments:
Post a Comment