Thursday, 7 November 2019

Legal Opinion, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HIBAH KEPADA ANAK




              Dear Pembaca
                                        LEGAL OPINON
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HIBAH KEPADA ANAK
Legal opinion ini dibuat dengan maksud untuk menambah pengetahuan serta wawasan terhadap pembaca, baik yang berlatar belakang ilmu hukum maupun masyarakat pada umumnya. Dalam pembuatan legal opinion ini pun penulis menemukan beberapa hambatan, akan tetapi karena di dukung oleh peraturan perundang – undangan, literatur – literatur hukum, artikel dan sumbangsih pemikiran – pemikiran dari beberapa praktisi hukum, maka penulis bisa menyelesaikan Pendapat Hukum (legal opinion) ini.
Penulis pun menerima saran maupun kritik yang diberikan terhadap legal opinion ini guna menjadi intropeksi serta parameter dalam berfikir dan menjadi lebih baik lagi di kemudian hari dalam bidang hukum, tepatnya untuk menjadi professional Profesi sebagai Advokat / Konsultan Hukum. Demikian disampaikan. Terima kasih.

 BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Kemerdekaan yang telah diperjuangkan dan diraih oleh bangsa Indonesia dengan banyak pengorbanan dan diwarnai dengan penderitaan dalam kurun waktu yang sangat panjang telah melahirkan bangsa dan Negara Indonesia yang berdaulat. Negara tersebut adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk menjadi Negara yang berdasarkan Hukum (rechtstaat), yang ditandai sistem Pemerintahan yang berdasarkan Konstitusi ( Hukum Dasar).
            Undang – Undang Dasar 1945 melalui Pembukaan Alinea ke Empat  mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,   memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban Dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari amanat tersebut diatas menunjukan secara jelas sumber idealis dan arah aktivitas Pemerintah yang harus protek terhadap keutuhan bangsa dan Negara serta perduli terhadap peningkatan kualitas kehidupan segenap warga masyarakatnya.
            Anak sebagai generasi penerus bangsa yang secara alami masih sangat rawan untuk berbagai hambatan dan tantangan dalam kehidupanya tentunya mendapat tempat yang paling penting untuk mendapat protek atau perlindungan oleh Pemerintah, terutama dalam proses pertumbuhanya dan menjadikanya manusia dewasa yang tangguh, dan terandalkan untuk menjadi komponen bangsa Indonesia mendatang.
            Jika ada ungkapan bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga tentunya ungkapan tersebut bukanlah ungkapan tanpa makna. Pada waktu dilahirkan anak memberikan kepercayaan sepenuhnya pada kedua orang tua untuk mengasuhnya. Anak tidak pernah berprasangka bahwa orang tua merekalah yang justru menghancurkan hidup mereka. Demikian juga harapan setiap anak terhadap orang dewasa yang ada disekitarnya. Mereka percaya sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun yang akan menyakiti dirinya.
            Dalam Pasal 28 Undang – Undang Dasar disebutkan bahwa Negara menjamin setiap anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal ini mempunyai korelasi dengan Pasal 28 G yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
            Di dalam Hukum Islam diatur mengenai harta kekayaan, tentang pemberian harta seseorang kepada orang lain baik itu masalah warisan, hibah, maupun wasiat. Dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menegaskan bahwa mereka yang beragama Islam dalam membagikan hartanya haruslah tunduk pada Hukum Islam. Dari kenyataan diatas hibah dapat dikatakan sebagai sarana untuk memupuk tali ikatan pergaulan atau persaudaraan sesama umat manusia. Hibah memiliki fungsi sosial, yaitu mempererat tali silaturahmi yang dapat diberikan kepada siapa saja tanpa memandang ras, agama, kulit dan lain – lain. Hibah ini dapat dijadikan sebagai solusi dalam permasalahan warisan. Hibah merupakan suatu pemberian secara cuma – cuma ataupun suatu bentuk hadiah kepada seseorang. Pemberian hibah dilaksanakan agar masalah – masalah pewaris tanah dapat diselesaikan melalui hibah, tapi kenyataan hibah bukan merupakan solusi yang tepat terhadap permasalahan – permasalahan tanah.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
             Berdasarkan latar belakang diatas, berikut ini dijelaskan secara rinci dan ditarik beberapa identifikasi masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam menguraikan legal opinion ini :
1.  Apa pengertian perlindungan hukum?
2. Apa pengertian dari hibah?
3.  Bagaimana prosedur hibah tanah dan bangunan kepada anak di dalam keluarga?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN PERLINDUNGAN HUKUM
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis dan bantuan hukum. Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Pengertian diatas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya;
1.  Satjipto Raharjo
    Mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum.
2.  Philipus M. Hadjon
   Berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak- hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan.
3.  Setiono
    Berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang – wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.
4.  Muchsin
    Berpendapat bahwa perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai – nilai atau kaidah – kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.
            Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan Pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan Pemerintah. Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia menekankan hak eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya sebagai individu, hak tersebut berada diatas negara dan diatas semua organisasi politik dan bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat. Karena konsep ini, maka sering kali dilontarkan kritik bahwa konsep barat tentang hak – hak asasi manusia adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak – hak soial dan hak – hak ekonomi serta hak cultural, terdapat kecenderungan mulai melunturnya sifat individualistic dari konsep barat.
            Dalam merumuskan prinsip – prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasanya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah Negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di barat bersumber pada konsep – konsep Rechstaat dan “ Rule of Law”. Dengan menggunakan konsepsi barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan Pemerintah.

B. PENGERTIAN DARI HIBAH
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hibah adalah pemberian (sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Indonesia mempunyai berbagai macam suku, budaya dan agama. Dan Indonesia merupakan Negara hukum yang menggunakan dasar hukum Islam dan hukum positif. Ada juga hukum adat akan tetapi yang menjadi acuan dasar hukum yang paling utama adalah hukum Islam dan hukum positif.
            Menurut hukum Islam, hibah memiliki berbagai definisi yang berbeda – beda. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara orang – orang ahli agama dan ahli hukum Islam. Sedangkan kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba artinya memberi. Dan jika subyeknya Allah berarti memberi karunia, atau menganugrahi ( Q.S. Ali Imran, 3:8, Maryam 19:5, 49, 50, 53 ). Dalam pengertian istilah, hibah adalah pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (Aqad) tanpa mengaharap imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. Pengertian hibah dalam Ensiklopedia Hukum Islam adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun.
            Di dalam syara, hibah berarti akad yang pokok persoalan pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepada hak pemilikan, maka hal itu disebut I’aarah ( pinjaman ). Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf g, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dapat diketahui lebih jelas bahwa definisi dan pengertian hibah dalam hukum perdata adalah suatu benda yang diberikan secara cuma – cuma tanpa mengharapkan imbalan, dan hal tersebut dilakukan ketika penghibah dan penerima hibah masih hidup. Menurut kamus ilmiah Internasional hibah adalah pemberian, sedekah dan pemindahan hak
            Dasar hukum hibah menurut hukum positif diatur dalam Pasal 1667 Kitab Undang – Undang Hukum perdata “ Hibah hanyalah dapat mengenai benda – benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda – benda ynag baru akan dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan ada dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah. Pasal 1668 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menjelaskan “ si penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.
            Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena hanya seorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat hakekat penghibahan. Sudah jelas, bahwa perjanjian seperti ini membuat penghibahan batal, yang terjadi sebenarnya adalah hanya sesuatu pemberian nikmat hasil.
Pasal 1669 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menjelaskan “ adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiki kenikmatan atau nikmat hasil benda – benda yang dihibahkan, baik benda – benda bergerak maupun benda – benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan – ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang – undang ini”. Bab kesepuluh dari buku kedua Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil. Sekedar ketentuan – ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku. Dalam Pasal 36 ayat (2) Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjelaskan “harta bawaan dari masing – masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing – masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”

C. PROSEDUR HIBAH TANAH DAN BANGUNAN KEPADA ANAK DI DALAM KELUARGA.
            Berikut di jelaskan mengenai Syarat, Tata Cara dan Akta Hibah yang disesuaikan dengan aturan yang berada di Indonesia :
1.  Pasal 1677 KUH-per disebutkan “semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang – undang dinyatakan tidak mampu untuk itu. Anak – anak dibawah umur juga tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu KUH-per”;
2.  Pasal 1682 KUH-per disebutkan “ suatu hibah harus dilakukan dengan suatu akta notaris yang aslinya disimpan oleh notaris”;
3.  Pasal 1683 KUH-Per disebutkan “suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai dari penghibahan dengan kata – kata yang tegas yang diterima oleh si penerima hibah”;
4.  Pasal 1685 KUH-per disebutkan “penghibahan kepada orang yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Hibah kepada anak – anak dibawah umur yang masih dibawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.
            Sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah, bagi mereka yang tunduk kepada KUH-per, akta hibah harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris sebagaimana yang disebutkan diatas. Namun setelah lahirnya PP 24/1997, setiap pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat(1) PP 24/1997 yakni peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual – beli tukar, tukar – menukar, hibah pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang – perundangan yang berlaku.
            Pasal 38 ayat (1) PP 24/1997 menjelaskan pembuatan akta hibah ini dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang – kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa hibah tanah tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh PPAT, yakni berupa akta hibah. Jadi, bila seorang ayah ingin menghibahkan tanah serta bangunanya kepada anak kandungnya, hibah itu wajib dibuatkan akta hibah oleh PPAT. Selain itu, perbuatan penghibahan itu dihadiri oleh sekurang – kurangnya dua saksi. Selanjutnya, Pasal 38 ayat (1) PP 24/1997 menjelaskan selambat – lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditanda tanganinya akta yang dibuatnya berikut dokumen- dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikanya akata ke Kantor Pertanahan kepada para pihak yang bersangkutan.
            Mengenai bentuk, isi dan cara pembuatan akta hibah terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1977 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan uraian peraturan diatas dapat diasumsikan sebagai cara prosedur hibah  tanah dan bangunan kepada anak di dalam keluarga.

BAB III
PEMBAHASAN

A. ANALISA KASUS
            Dalam pembahasan pada bab ini, perkenankan penulis meminta maaf terlebih dahulu karena tidak meneliti kasus dari putusan pengadilan, mengingat terlalu memakan banyak halaman dan di khawatirkan untuk pembaca di luar bidang hukum akan mengalami kebimbangan dalam kepahaman. Oleh sebab itu penulis meneliti secara logis dalam peristiwa sehari – hari yang kerap terjadi di masyarakat mengenai hibah.
            Berikut akan diuraikan beberapa contoh kasus yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat mengenai pembagian hibah ;
1.  A akan memberikan rumahnya kepada B, jika B membantu pekerjaan A
Pemberian atau hibah semacam ini menurut Hukum Islam batal. Demikian juga, dengan hibah yang tergantung pada suatu kejadian, yaitu pemberian yang hanya akan terjadi apabila hal – hal yang telah ditetapkan terlebih dahulu betul – betul terjadi.
2.  Jika A meninggal dunia, rumah A menjadi milik B
Dalam hal ini jadi atau tidaknya rumah A itu dimiliki oleh B sangat tergantung pada suatu kejadian di masa datang yangt tidak pasti, sebab disini belumlah dapat dipastikan bahwa pihak yang diberi akan berusia lebih panjang dari pihak yang memberi, sehingga hibah semacam ini batal.
            Hibah kepada seorang anak, perlu diketahui juga bahwa ada pengaturan lain dalam KUH-per mengenai hibah kepada anak. Berdasarkan Pasal 1086 Kuh-per menjelaskan “tanpa mengurangi kewajiban semua ahli waris untuk membayar kepada sesama ahli waris atau memperhitungkan dengan mereka segala utang mereka kepada harta peninggalan, semua hibah yang telah mereka terima dari pewaris semasa hidupnya harus dimasukan ;
1.  oleh para ahli waris dalam garis kebawah, baik yang sah maupun yang diluar kawin, baik yang menerima warisan secara murni maupun yang menerima dengan hak utama untuk mengadakan perincian, baik yang mendapat hak atas bagian menurut undang – undang maupun yang mendapat lebih dari itu, kecuali jika hibah – hibah itu diberikan dengan pembebasan secara tegas dari pemasukan, atau jika penerima hibah itu dengan akta otentik atau surat wasiat dibebaskan dari kewajiban pemasukan.
2.  oleh para ahli waris lain, baik yang karena kematian maupun yang dengan surat wasiat, tetapi hanya dalam hal pewaris atau penghibah dengan tegas memerintahkan atau mensyaratkan pemasukan itu.
Melihat pada ketentuan diatas, ini berarti hibah yang diberikan kepada ahli waris garis kebawah sebelum pewaris meninggal dunia, harus dimasukan kembali ke dalam harta peninggalan kecuali si ahli waris dibebaskan dari kewajiban tersebut.
            Selain itu, ahli waris lain juga harus memasukan kembali hibah kedalam perhitungan harta peninggalan pewaris jika  mereka memang disyaratkan untuk melakukan pemasukan hibah tersebut. Akan tetapi, terkadang apa yang menjadi bagian dari si ahli waris lebih kecil daripada yang telah dihibahkan oleh pewaris kepadanya. Dalam hal demikian, KUH-per mengatur bahwa ahli waris hanya harus memasukan sebesar bagian yang diterimanya jika ia menjadi ahli waris (Pasal 1088 KUH-per). Perlu diingat bahwa, pemasukan tidak perlu dilakukan jika ahli waris tersebut menolak harta warisan pewaris (Pasal 1087 KUH-per).

B. PENDAPAT HUKUM ( LEGAL OPINION )
            Kehadiran seorang anak dalam keluarga memberikan sebuah arti sebagai tempat mencurahkan kasih sayang, sebagai penerus garis keturunan dan dapat menunjang kepentingan dunia dan akhirat bagi kedua orang tuanya. Begitu pentingnya anak bagi orang tua sehingga seorang anak sering mendapatkan tempat yang istimewa bagi orang tua dan orang tua tersebut tidak segan – segan untuk menghibahkan harta kekayaanya.
            Hibah itu adalah pemberian seseorang yang hidup dengan tiada perjanjian untuk mendapatkan balasan yang baik. Dalam Kitab Mukhtasarul Ahkamil Fiqhiyyah dijelaskan bahwa pengertian hibah itu adalah suatu sedekah atau derma dari seseorang ( yang baliq/dewasa ) dari suatu harta yang dimilikinya. Dalam Ensiklopedia Islam diterangkan bahwa hibah artinya berembusnya atau berlalunya angin. Menurut bahasa berarti suatu pemberian terhadap orang lain, yang sebelumnya orang lain tidak punya hak terhadap benda tersebut. Hibah dalam pengertian tersebut bersifat umum, baik untuk yang bersifat materi maupun untuk yang bersifat non materi. Para Fukuha ( ahli fiqih ) mendefinisikanya sebagai akad yang mengandung penyerahan hak milik seseorang kepada orang lain semasa hidupnya tanpa ganti rugi.
            Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghibahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain. Pemberian semasa hidup itu lazim dikenal dengan sebutan hibah. Di dalam hukum Islam jumlah harta seseorang yang dapat dihibahkan itu tidak terbatas. Berbeda halnya dengan pemberian seseorang melalui surat wasiat yang terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menentukan bahwa hibah hanya dapat diberikan oleh orang tua yang telah dewasa dan harta yang telah dihibahkan merupakan hak dari penghibah yang dibatasi sebanyak – banyaknya sepertiga (1/3) dari harta benda si penghibah.
            Kemudian dalam Pasal 211 KHI dinyatakan hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pasal 212  KHI  ditentukan hibah tersebut tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya masih dapat ditarik kembali orang tua sebagai pemberi harta tersebut[. Pada dasarnya hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali dalam hal – hal berikut ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 1688 KUH-per yang menjelaskan;
1.  Tidak dipenuhinya syarat – syarat dengan mana penghibahan dilakukan;
2.  Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
3.  Jika si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si pemberi hibah, setelah pemberi hibah jatuh miskin.

Akan tetapi perlu diingat bahwa ada kemungkinan juga hibah dapat ditarik kembali dalam hal si pemberi hibah telah meninggal dunia dan warisanya tidak cukup untuk memenuhi bagian mutlak (legitime portie) yang seharusnya didapat oleh para ahli warisnya (Pasal 924 KUH-per). Ini berarti hibah secara umum dapat ditarik kembali jika bagian mutlak para ahli waris tidak terpenuhi.           
            Ada beberapa Yuriprudensi yang mengatur mengenai hibah, yang akan diuraikan sebagai berikut ;
1.  Putusan No. 27 K/AG/2002 tanggal 26 Februari 2004
     Himpunan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam bidang perdata Agama MARI, 2009, hal, 765.
2. Keputusan Mahkamah Agung No. 225 K/Sip/1960 tanggal 23 Agustus 1960
     Yang menyatakan bahwa hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris. Pemberian hibah tidak boleh mengakibatkan ahli waris menjadi tidak berhak atas harta peninggalan si pewaris. 426 K/Sip/1963 Hibah dilarang apabila mengakibatkan hilangnya hak waris dari anak sah pewaris
3.  Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 400 K/Sip/1975. Hlm 98 – 105
     Barang gono – gini harus jatuh kepada anak kandung bukan kepada anak gawan, oleh karena itu hibah tanpa sepengetahuan yang berkepentingan patut dibatalkan.
4.  Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 391 K/Sip/1969 hlm 289
     Penghibahan yang dilakukan oleh almarhum kepada ahli waris – ahli warisnya dengan merugikan ahli waris lainya (karena dengan penghibahan itu ahli waris lainya tidak mendapat bagian ) dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan, karena bertentangan dengan perikeadilan dan Hukum Adat yang berlaku di daerah Priangan.

BAB IV
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Hibah merupakan bentuk pemberian seseorang kepada orang lain ketika masih dalam keadaan sehat. Halnya pemberian seorang ayah kepada anak, ada menganggapnya sama seperti pemberian kepada orang lain, sehingga masih dapat dianggap sebagai hibah murni ada pula yang menganggap itu tidak lain makna lain dari pembagian warisan. Dengan kata lain menurut asumsi ini dianggap pembagian warisan dipercepat.
Perbedaan cara pandang tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi. Bagi yang melihat bahwa itu adalah hibah, maka otoritas pemberi lebih dominan dan menentukan. Hanya saja, agama menganjurkan pemberian kepada anak sebaiknya disamakan kecuali ada pertimbangan – pertimbangan lain. Bagi yang berpendapat bahwa itu adalah bentuk lain dari pembagian warisan, maka pemberian tersebut harus mengikuti bagian – bagian yang telah ditentukan dalam ilmu Faraidh.
Terkait dengan hibah kepada anak perempuan, Islam memberikan porsi yang sama dengan anak laki – laki. Agama melarang untuk melebihkan sebagian anak tanpa sebagian yang lain, karena hal itu menyebabkan pada psikologi perlakuan anak kepada orang tuanya dan efek lainya yang muncul akibat perbuatan tersebut.


B. SARAN
            Hendaknya para penegak hukum memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai syarat – syarat sahnya hibah menurut hukum perdata maupun hukum Islam serta memberikan pengetahuan tentang permasalahan – permasalahan hibah yang ada dengan tujuan menghindari munculnya suatu sengketa hibah di masa yang akan datang serta memberikan sosialisasi terhadap hukum yang berlaku untuk memperoleh perlindungan hukum yang pasti. Untuk masyarakat, agar dalam menghibahkan hartanya perlu dipahami ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi dalam menghibahkan hartanya agar tidak menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari.


R. Rendi Sudendi, SH
Associate lawyer

Pustaka
      A. UNDANG – UNDANG
Republik Indonesia, Undang – Undang 1945, Pasal 28 B juncto Pasal 28 G
Republik Indonesia, Undang – Undang 1945, Pembukaan Alinea ke Empat.
Subekti. R & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Balai Pustaka Persero, 2014.
Undang – Undang No. Tahun 1974 tentang Perkawinan.

B. BUKU
Budiono, Kamus Ilmiah Popular Internasional, Surabaya: Alumni, 2005.
Dahlan Abdul Aziz, et.al, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 1996.
Hadjon Philipus M., Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987.
Munawir A. W.,, Kamus Al - Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.
Rasyid Roihan A., Hukum Acara Peradilan Agama,  Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991.
Rofiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.
Soekamto Soerjono, Pengertian Penelitian Hukum, Jakarta : Ui Press, 1984).
Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2007.
Zainudin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

C. LAIN – LAIN
Dede Ibin, “ Hibah, Fungsi dan Kolerasi Dengan Kewarisan”, http://dedeibin.yahoo.com, Di Akses Tanggal 12 Oktober 2019.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kantor Hukum Kalingga “ Hibah dan wasiat”, http://kantorhukumkalingga.blogspot.com, Di Akses Tanggal 13 Oktober 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa”, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, di akses pada tanggal  12 Oktober 2019, Pukul 15:00 WIB.
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjasa, Universitas Sebelas Maret, 2003.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah
Ray Pratama, “ Teori Perlindungan Hukum”, http://raypratama.blogspot.co.id, Di Akses Tanggal 12 Oktober 2019.
Setiono, Rule of Law ( Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjasa, Universitas Sebelas Maret, 2003.
Syamsudin Al Muqdasiy, Funsi Hibah Dalam Memberikan Kepentingan Anak Pada Pembagian Harta Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat, Sumatra Utara : Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

No comments:

Post a Comment

FILOSOFI "BELAJAR HUKUM KUY"

    Berangkat dari gejolak sanubari yang terdalam terhadap keterbatasan pengeta...

Resume Online